HUKAMANEWS - Ketua Bawaslu, Rahmat Bagja, mengingatkan pentingnya kewaspadaan terhadap penyalahgunaan data pemilih yang telah meninggal dunia dalam pemilu.
Bagja menegaskan bahwa kasus semacam ini pernah terjadi pada Pilkada 2020, di mana data orang meninggal digunakan untuk memilih di TPS.
Insiden tersebut menyoroti kelemahan dalam sistem pemilu yang harus segera diatasi.
Dalam acara Forum Koordinasi Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) di Makassar, Sulawesi Selatan, Bagja mengungkapkan bahwa ada beberapa kasus di mana KTP milik orang yang telah meninggal digunakan untuk memberikan suara.
Hal ini bisa terjadi karena foto pada KTP yang buram dan kurang dikenali oleh petugas pemilu.
"Di Pilkada 2020, ada orang yang sudah meninggal bisa memilih di TPS. Ada surat suaranya, ada tanda tangan di daftar hadirnya," kata Bagja.
Untuk mencegah terulangnya kejadian serupa, Bawaslu dan KPU mengambil langkah strategis dengan mengutamakan penduduk setempat sebagai anggota KPPS dan panitia pengawas.
Penduduk setempat diharapkan lebih mengenal siapa saja yang memiliki hak pilih di TPS mereka, sehingga dapat mencegah penyalahgunaan data.
"Petugas KPPS harus penduduk setempat supaya mengenal siapa yang memilih pada saat itu," jelas Bagja.
Selain itu, Bagja juga mengingatkan pentingnya kewaspadaan terhadap pelanggaran saat rekapitulasi suara.
Menurutnya, pelanggaran sering terjadi menjelang pagi ketika penyelenggara dan pengawas mulai lelah dan mengantuk.
"Pengawas terkantuk-kantuk, nol-nya hilang. Kemungkinan itu terjadi, dan saksinya sudah tidur misalnya," kata Bagja.