nasional

Politik Identitas Haram di Mata Al-Quran, Simak Pandangan Said Aqil Siradj dan Dampaknya bagi Masyarakat

Minggu, 17 Maret 2024 | 08:00 WIB
Said Aqil Siradj menyatakan politik identitas haram menurut Al-Quran, seruan untuk persatuan dan tolak 212. (Net / HukamaNews.com)

HUKAMANEWS - Dalam sebuah era di mana politik sering kali terbungkus dengan identitas agama, mantan Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Said Aqil Siradj, memberikan pencerahan yang tegas dan lugas.

Said Aqil Siradj, berbicara dalam sebuah talk show bertajuk Semangat Pluralisme untuk Merawat Bhinneka Tunggal Ika di Clubhouse Jakarta Garden City, Jakarta Timur.

Said Aqil Siradj mengungkapkan sebuah pandangan yang cukup menggugah: politik identitas, terutama yang menggunakan agama sebagai alatnya, dinyatakan haram dalam Al-Quran.

Baca Juga: Langkah Besar Menuju Indonesia Baru, KPU Sahkan Rekapitulasi Suara Pemilu 2024 di 32 Provinsi

“Sangat berbahaya agama menjadi alat politik. Sama sekali tidak benar dan itu haram hukumnya dalam Al-Quran,” ucap Said yang dikutip HukamaNews.com dari Antara News.

Pernyataan ini tidak hanya menjadi sebuah pernyataan, tapi juga sebagai pengingat bahwa agama seharusnya menjadi sumber kedamaian, bukan perpecahan atau alat untuk mencapai kekuasaan.

Politik identitas sering kali disalahartikan sebagai wujud nyata dari kebangkitan atau solidaritas dalam agama.

Baca Juga: Golkar Merespon Pencalonan Gibran Rakabuming Raka di Bursa Ketua Umum, Antara Harapan dan Realitas Politik

Namun, menurut Said Aqil, hal ini justru memecah belah bangsa dan membuka peluang konflik besar di tengah masyarakat.

Lebih jauh lagi, praktik seperti ini berpotensi membahayakan pihak minoritas yang dapat dengan mudah menjadi sasaran intimidasi dari kelompok mayoritas.

Sebuah contoh yang disinggung oleh Said Aqil adalah fenomena 212, yang beliau anggap sebagai manifestasi dari politik identitas.

Baca Juga: Lewat Surat Resmi, Perdana Menteri Spanyol Ucapkan Selamat ke Prabowo atas Keunggulan di Pilpres 2024

Menariknya, Said Aqil mengambil posisi yang berani dengan secara terang-terangan menolak kegiatan tersebut.

“Saya satu-satunya yang terang-terangan menolak 212. Mereka mengatakan kebangkitan Islam? Itu bukan (kebangkitan Islam) karena tidurnya di masjid, shalatnya di Monas,” tegasnya.

Dalam kesempatan tersebut, Said Aqil juga menyinggung tentang potensi keberlanjutan praktik politik identitas, khususnya menjelang Pemilihan Umum 2024.

Halaman:

Tags

Terkini