HUKAMANEWS – Sebanyak 18 akademisi hukum pidana dari berbagai universitas di Indonesia menyerahkan dokumen amicus curiae ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menyoroti Pasal 21 UU Tipikor.
Mereka menilai pasal yang mengatur delik obstruction of justice ini terlalu kabur dan berpotensi disalahgunakan oleh aparat penegak hukum.
Permohonan itu muncul di tengah sorotan publik terhadap kasus uji materi yang diajukan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, yang menggugat kejelasan pasal tersebut di MK.
Baca Juga: Polemik Dana APBN untuk Membangun Ulang Ponpes Al-Khoziny: Antara Kemanusiaan dan Akuntabilitas
Pasal 21 Dinilai Kabur dan Melanggar Asas Legalitas
Dalam dokumen setebal puluhan halaman yang telah diserahkan ke MK pada Kamis (9/10), para akademisi menyoroti frasa
“mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung” yang terdapat dalam Pasal 21 UU Tipikor.
Menurut mereka, rumusan tersebut tidak memiliki batasan hukum yang jelas dan bertentangan dengan asas lex certa dan lex stricta yang menjadi prinsip utama hukum pidana.
“Tidak ada parameter pasti mengenai perbuatan apa yang tergolong ‘tidak langsung’. Akibatnya, aparat penegak hukum bisa menafsirkan secara bebas, bahkan terhadap tindakan yang sah seperti pengajuan praperadilan, nasihat advokat, atau sikap diam,” ujar Prof. Deni Setya Bagus Yuherawan dari Universitas Trunojoyo Madura dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (12/10).
Para akademisi memperingatkan, tafsir bebas terhadap norma ini dapat melanggar prinsip kepastian hukum yang dijamin konstitusi dan membuka ruang over-kriminalisasi terhadap warga negara.
Ancaman Pidana Dinilai Tidak Proporsional
Selain menyoroti norma yang dianggap kabur, para akademisi juga menilai ancaman pidana dalam Pasal 21 tidak sebanding dengan jenis pelanggarannya.
“Pasal 21 bukan tindak pidana korupsi pokok, melainkan delik umum. Namun ancamannya justru paling berat, sehingga tidak proporsional,” lanjut Prof. Deni.
Ketiadaan unsur “melawan hukum” dalam pasal tersebut, kata mereka, berpotensi menjebak tindakan legal seperti pembelaan diri di pengadilan atau pendampingan advokat sebagai upaya “menghalangi penyidikan”.
Artikel Terkait
MK Larang Wakil Menteri Rangkap Jabatan Komisaris Atau Direksi Perusahaan Negara/Swasta Atau Pimpinan Organisasi
KPK Dorong Perpres Larangan Rangkap Jabatan Pasca Putusan MK, Begini Rekomendasinya
MK Tolak Uji Formil UU TNI, 4 Hakim Desak Perbaikan karena Minim Keterbukaan Publik
Hakim MK Sentil Hasto soal Gugatan UU Tipikor: Kalau DPR Setuju, Kenapa Ribut ke MK?
Warga Gugat ke MK, Minta Hak Pensiun Seumur Hidup Anggota DPR Dihapus