- Birokrasi kompleks, karena koordinasi akan melewati dua pintu yang berbeda;
- Inefisiensi sumber daya, akibat tumpang tindih anggaran dan program;
- Konflik kewenangan, karena tidak ada kejelasan pembagian peran antara Komite Eksekutif, BP3OKP, dan Pemerintah Daerah.
Imbir bahkan menggambarkan situasi ini secara metaforis:
“Kelembagaan Otsus kini seperti rumah dengan banyak pintu, tapi tanpa peta. Tiap pemerintahan datang membawa papan nama baru, sementara fondasinya tetap rapuh.”
Pandangan tersebut mencerminkan kekecewaan terhadap pola reorganisasi kelembagaan yang kerap dilakukan tanpa refleksi mendalam terhadap efektivitas lembaga yang sudah ada.
Dampak terhadap Tata Kelola dan Akuntabilitas
Dari sisi tata negara, Keppres 110P/2025 menimbulkan pertanyaan serius soal kepatuhan terhadap hierarki peraturan perundang-undangan.
Dalam sistem hukum Indonesia, pembentukan lembaga baru yang menjalankan mandat serupa dengan lembaga yang diatur oleh undang-undang harus melalui revisi regulasi di tingkat UU, bukan sekadar keputusan presiden.
Ketidakselarasan ini berpotensi menciptakan:
1. Preseden buruk bagi desain kelembagaan nasional;
2. Ketidakpastian hukum bagi pelaksanaan program Otsus;
3. Risiko kebocoran fiskal, karena pengawasan dan mekanisme akuntabilitas menjadi kabur.
Baca Juga: Ponpes Al Khoziny Ambruk, Pihak Pesantren Minta Maaf, Polisi Tetap Lanjutkan Proses Hukum
Artikel Terkait
Baru Dapat Mandat, Gibran Langsung Digosipin Soal Papua, Ini Penjelasan Lengkap dari Mendagri Tito Karnavian
Ada Prabowo dan Gibran yang Diperintah Urus Papua, Warga Papua Sebut Ibarat Hidup Tanpa Pemimpin, Tak Ada Manfaatnya untuk Rakyat
Sudah Terlanjur Berkembang di Publik, Prabowo "Singkirkan" Gibran, Mensesneg Sebut Presiden Tak Perintahkan Gibran Berkantor di Papua
Ramai-ramai Netizen Ingatkan Prabowo, Papua Adalah Indonesia, Jangan Terhasut Campur Tangan Asing (PBB) yang Ingin Pisahkan Papua dari NKRI
Longsor di Tambang Freeport Papua, 7 Pekerja Terjebak, Evakuasi Balapan dengan Waktu