Kasus ini semakin hangat setelah Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI menemukan dugaan penyimpangan dalam pembagian kuota haji 2024.
Pemerintah Arab Saudi memberi tambahan 20 ribu kuota, namun Kemenag membaginya secara rata: 10 ribu untuk haji reguler dan 10 ribu untuk haji khusus.
Kebijakan ini dinilai melanggar Pasal 64 UU Nomor 8 Tahun 2019, yang secara tegas mengatur porsi 92 persen untuk haji reguler dan hanya 8 persen untuk haji khusus.
Kebijakan tersebut sontak menimbulkan kecurigaan publik.
Banyak pihak menduga adanya praktik jual beli kuota yang menguntungkan segelintir kalangan, sementara ribuan jamaah reguler masih menunggu antrean panjang hingga belasan tahun.
Baca Juga: Vivo Y500 Bocor di Teaser: Desain Keren, Kamera 50 MP, Fast Charging 90W, Harga Tetap Ramah Kantong
Desakan PBNU menambah bobot tekanan moral kepada KPK agar bergerak cepat. Apalagi, kasus ini bukan sekadar soal uang, tetapi juga soal keadilan bagi calon jamaah haji.
Sejumlah pengamat menilai, langkah tegas KPK akan menjadi ujian serius bagi komitmen pemberantasan korupsi di sektor pelayanan publik.
Masyarakat kini menanti, apakah KPK mampu menuntaskan kasus kuota haji ini tanpa kompromi, meski harus menembus ruang yang dianggap “tak tersentuh” oleh sebagian pihak.***
Artikel Terkait
Kasus Kuota Haji Rp1 Triliun, Nama Yaqut Cholil di Ujung Tanduk, Kapan KPK Resmi Periksa?
Belum Menetapkan Tersangka, Benarkah Dana Korupsi Kuota Haji Kadung Disembunyikan
KPK Bekuk Bukti Panas dari Rumah Gus Yaqut, Ponsel Misterius Bisa Jadi Kunci Skandal Kuota Haji
Keluarga Pencipta lagu WR Soepratman Sampaikan Klarifikasi Masalah Royalti Penggunaan Lagu Kebangsaan "Indonesia Raya"
RUU KUHAP Dinilai Melemahkan KPK, Setyo Budiyanto Tegas: Jangan Beri Celah Koruptor Lolos!