Keduanya harus mampu mengelola penerimaan negara sebagai alat fiskal yang tak hanya menjamin pembiayaan pembangunan, tetapi juga tidak membebani perekonomian nasional.
Sri Mulyani juga menekankan bahwa aspek keadilan sosial menjadi landasan penting dalam tugas ini.
Penerimaan pajak dan bea cukai diharapkan tidak sekadar angka dalam laporan, melainkan menjadi manifestasi kontribusi kelompok mampu kepada negara.
Dengan kata lain, pemungutan pajak juga harus membawa semangat redistribusi untuk mendukung masyarakat yang lebih lemah.
Langkah Presiden Prabowo menunjuk langsung dua dirjen ini menunjukkan betapa strategisnya peran fiskal dalam periode pemerintahannya ke depan.
Di satu sisi, beliau ingin memastikan belanja negara efisien. Namun di sisi lain, penerimaan negara harus tetap tumbuh, bahkan lebih tinggi dari sebelumnya.
Dengan tantangan ekonomi global yang belum sepenuhnya stabil, langkah penguatan internal melalui reformasi pajak dan bea cukai bisa menjadi kunci menjaga ketahanan fiskal nasional.
Kini, sorotan publik tertuju pada duet Bimo dan Djaka.
Baca Juga: Budi Arie Dituding Dapat Cuan 50 Persen dari Judol, Kapolri: Bisa Kita Periksa Lagi Kalau...
Mampukah keduanya menjawab ekspektasi besar ini?
Dengan struktur fiskal yang semakin kompleks, keberhasilan mereka bukan hanya soal target angka, melainkan soal bagaimana negara tetap bisa hadir membiayai pembangunan dan menjaga keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.***
Artikel Terkait
Kesaksian Saeful Bahri Bikin Panas, Hasto Kristiyanto: Itu Akrobat Hukum, Bukan Fakta Sidang!
Fenomena Brain Rot Mengacaukan Dunia Gen Z
Pengacara Muhammad Taufiq: 80 Persen Saya Tak Percaya Ijazah Jokowi Asli, Selama Tak Ada Bukti Kuat di Pengadilan, Bareskrim Cuma Tampilkan Foto
7 Tahun Nunggu Rumah Tak Datang, Kini Menteri PKP Ultimatum Lippo: Uang Konsumen Harus Kembali!
Nyaris Bikin Jaksa Pingsan! Penggeledahan Rumah Zarof Ricar Sita Harta Fantastis: Simpan Uang dan Emas Setara Rp 1 Triliun