Menanggapi aksi ini, pihak aplikator seperti Grab memastikan bahwa layanan mereka tetap berjalan normal.
Mereka menyatakan bahwa potongan biaya yang dikenakan kepada mitra tidak pernah melebihi batas maksimal 20 persen sesuai regulasi pemerintah.
Namun kenyataan di lapangan tidak sepenuhnya sejalan dengan klaim tersebut.
Banyak pengemudi mengungkap bahwa potongan yang mereka terima justru bisa mencapai 50 persen hingga 60 persen dari total pendapatan.
Angka ini tentu memberatkan, apalagi ketika penghasilan bersih harus dipotong lagi untuk operasional harian seperti bensin dan servis kendaraan.
Pemerintah pun akhirnya turut buka suara.
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, mengimbau agar aksi ini tidak mengganggu kepentingan masyarakat luas.
Namun, pengemudi berharap lebih dari sekadar imbauan.
Mereka mendesak pemerintah turun tangan secara langsung untuk menengahi konflik dan menetapkan aturan yang berpihak pada keadilan.
Aksi mogok massal ini bukan semata-mata protes biasa.
Ia mencerminkan ketimpangan struktural dalam relasi kerja antara aplikator dan mitra pengemudi yang selama ini cenderung timpang.
Baca Juga: Kenalan Dulu Yuk, Kambing Reno Kaligesing Tak Mau Kalah Moncer Dari Sapi Limosin
Sistem kemitraan yang seharusnya setara justru terasa seperti relasi satu arah yang menguntungkan satu pihak saja.
Jika tuntutan ini kembali diabaikan, bukan tidak mungkin aksi serupa akan kembali terjadi dengan skala yang lebih luas.
Artikel Terkait
Ribuan Rekening Dibekukan Tanpa Peringatan, Ini Alasan Mengejutkan dari PPATK yang Bikin Nasabah Panik
PPATK Blokir Ribuan Rekening Dormant, Ini Alasan dan Cara Mengaktifkannya Kembali
Terbongkar! Eks Ketua PN Surabaya Rudi Suparmono Diduga Terima 'Uang Terima Kasih' untuk Pengaruhi Vonis Bebas Ronald Tannur
Dr Yenti Garnasih: Budi Arie Setiadi Seharusnya Sudah Tersangka, dari Surat Dakwaan Bukti Jelas Ada Keterlibatan di Situs Judol Kominfo
Komoditas Kelapa Terbaik Jadi Primadona Ekspor ke China, Orang Indonesia Cukup Dapat Kelapa KW Saja