HUKAMANEWS - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI) Prof. Mompang Panggabean berharap, sosialisasi Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) bisa melibatkan masyarakat.
Sebab, partisipasi aktif masyarakat merupakan keniscayaan dalam pembuatan suatu produk hukum, sesuai UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (P3).
Sehingga dapat menghasilkan kajian akademik yang mendalam dan komprehensif sebagai upaya membuat KUHAP baru, yang dapat berdiri sejajar dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru.
"Penerapan KUHAP butuh kehati-hatian, juga melibatkan masyarakat," ucap Prof. Mompang dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.
Saat kelahirannya, ia menyebutkan UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dipandang sebagai karya agung, karena mendahului pembaruan integral dalam kodifikasi hukum pidana materiil (materiel), sehingga tidak lagi memakai Herzien Inlandsch Reglement yang memuat ketentuan hukum acara pidana dan hukum acara perdata.
Untuk itu, pembaruan sistem hukum pidana harus dilakukan secara integral terhadap hukum pidana materiel, hukum pidana formal, dan hukum pelaksanaan pidana.
Upaya pembaruan hukum acara pidana, menurut Mompang, tidak luput dari upaya melakukan re-orientasi dan reformasi hukum acara pidana sesuai dengan nilai-nilai sosio-politik, sosio-filosofis dan sosio-kultural bangsa masyarakat Indonesia yang melandasi kebijakan sosial, kebijakan kriminal dan kebijakan penegakan hukum di Indonesia.
Dengan demikian, perkembangan hukum acara pidana di Indonesia dengan adanya putusan-putusan Mahkamah Konstitusi yang mengubah pasal tertentu di dalam KUHAP, semakin diperkuat berbagai prinsip hukum acara pidana yang diakui secara internasional, terutama due process of law (proses hukum yang adil).
Mompang menjelaskan bahwa berbagai instrumen hukum internasional telah banyak diadopsi ke dalam sistem hukum di Indonesia, mulai dari pendayagunaan keadilan restoratif (restorative justice), kelompok rentan, serta perlindungan terhadap advokat, yang selaras dengan Undang-Undang Dasar (UUD) Tahun 1945.
Baca Juga: Mau Kucing Sehat tanpa Bahan Kimia? Coba 5 Rekomendasi Produk Alami yang Ramah Lingkungan dan Dompet
"Untuk itu, pembaruan hukum acara pidana secara menyeluruh sebagai ius constituendum merupakan kebutuhan mendesak," tuturnya.
Lebih jauh, Mompang menguraikan bahwa dalam sistem peradilan pidana, hukum acara Indonesia selama ini memperlihatkan ketidakseimbangan karena korban kejahatan kerap diabaikan, sementara pelaku tindak pidana sangat banyak diatur.
Disebutkan bahwa terlalu banyaknya hak yang diberikan bagi tersangka, dapat memperumit proses pidana dan menciptakan ketimpangan, sedangkan dalam KUHP hak-hak korban kejahatan telah diatur lebih perinci.
Artikel Terkait
Pejabat Boleh Tak Kompak Saling Bongkar Aib, Tapi Rakyat Tetap Bersatu, Lawan RUU Polri dan RUU UU Kejaksaan!
Jika Suara Rakyat Dibungkam, Suarakan Penolakan RUU Polri dan UU TNI Lewat Mural Attack di Seluruh Negeri
Kasus Dugaan Perselingkuhan Ridwan Kamil Tak Mempan, Kini Keluar Kartu Buna Teddy, Sengaja Dilempar untuk Alihkan Isu RUU Polri?
Diam Tak Bersuara Soal Polemik Panas RUU TNI, Najwa Shihab Baru Nongol di Pertemuan Pemred dengan Prabowo, Namanya Jadi Njw Shhb, Vokalnya Hilang!
Debat Panas Najwa Shihab dan Ketua Komisi III DPR Habiburokhman Soal RUU KUHAP, Disebut Najwa Sikap Anggota DPR Cuma Basa Basi
Terkesan Terburu-buru Dibahas Secara Tertutup, Koalisi Masyarakat Sipil Desak Komisi III DPR RI Buka Akses Informasi Draft RUU KUHAP