Kamboja sebelumnya meminta Mahkamah Internasional (ICJ) untuk menyelesaikan sengketa perbatasan.
Namun, hal ini kemungkinan besar tidak akan menghasilkan resolusi, karena Thailand tidak menerima yurisdiksi pengadilan tersebut.
Anwar Ibrahim, Perdana Menteri Malaysia, yang kini memimpin blok regional Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), meminta Thailand dan Kamboja untuk "mundur".
Namun, kecil kemungkinannya, kata Sanglee, ASEAN, yang dikenal dengan kebijakan non-intervensinya, akan mampu mencoba memediasi sengketa tersebut atau bersedia untuk mencoba.
"Tiongkok adalah satu-satunya mediator eksternal yang layak karena memiliki pengaruh langsung terhadap Kamboja dan juga Thailand," tambahnya.
Namun, meskipun Tiongkok memiliki hubungan ekonomi yang kuat dengan kedua negara, Tiongkok dianggap lebih dekat dengan Kamboja.
Hal ini dapat menimbulkan keresahan di kalangan pejabat di Bangkok.
Negara-negara tetangga yang sudah khawatir dengan dominasi Tiongkok di kawasan tersebut, mungkin juga merasa tidak nyaman dengan peran Beijing, tambah Sanglee.
Perdana Menteri Sementara Thailand, Phumtham Wechayachai, mengatakan pertempuran harus dihentikan sebelum negosiasi dapat dilakukan.
Tidak ada deklarasi perang dan konflik tidak menyebar ke lebih banyak provinsi, ujarnya pada hari Kamis.
Hun Manet telah meminta Dewan Keamanan PBB untuk mengadakan pertemuan darurat guna membahas krisis tersebut, menuduh Thailand melakukan "agresi militer yang tidak beralasan". ***