HUKAMANEWS - Pada Rabu malam waktu Vatikan, langit di atas Kapel Sistina kembali diselimuti asap hitam yang mengepul dari cerobong suci.
Pemandangan ini langsung memicu kekecewaan dan keheningan dari ribuan umat Katolik yang memadati Lapangan Santo Petrus.
Asap hitam ini menjadi sinyal jelas bahwa belum ada konsensus yang dicapai dalam pemungutan suara pertama untuk memilih Paus baru.
Momen tersebut menjadi bagian dari tradisi konklaf, proses pemilihan Paus yang dijalankan dengan sangat tertutup dan penuh kekhidmatan.
Baca Juga: Erick Thohir Akui Korupsi di BUMN Tak Bisa Dihilangkan, Tapi Bisa Ditekan Lewat Sistem Baru
Kondisi ini menandai bahwa para kardinal yang sedang bermusyawarah belum berhasil menemukan sosok pengganti Paus Fransiskus, yang wafat pada 21 April lalu.
Dengan suasana haru dan penuh doa, umat Katolik di seluruh dunia kini menunggu kelanjutan proses yang akan menentukan arah Gereja ke depan.
Pemungutan suara pertama konklaf 2025 belum menghasilkan nama Paus ke-267.
Sebanyak 133 kardinal dari 70 negara berkumpul di Kapel Sistina untuk menentukan pilihan, namun belum ada satu pun yang mendapatkan dukungan dua pertiga suara seperti yang disyaratkan.
Karena itu, proses pemilihan akan kembali dilanjutkan pada hari berikutnya dengan ritme yang ketat, hingga empat kali pemungutan suara per hari.
Yang menarik, konklaf kali ini dianggap sebagai yang paling beragam secara geografis sepanjang sejarah pemilihan Paus.
Para kardinal yang hadir tidak hanya berasal dari Eropa, tetapi juga dari Asia, Afrika, hingga Amerika Latin.
Keberagaman ini mencerminkan wajah Gereja Katolik yang semakin global dan inklusif, serta mencerminkan semangat zaman yang terus berubah.
Namun, keberagaman ini juga berkontribusi terhadap kompleksitas dalam mencapai mufakat, karena banyaknya perspektif dan tantangan yang dibawa masing-masing wilayah.