Keadaan ini memperparah kondisi ribuan penderita kolera yang membutuhkan penanganan segera, baik melalui hidrasi oral maupun perawatan medis intensif untuk mencegah kematian.
Kolera sebenarnya adalah penyakit yang dapat dicegah dengan menjaga kebersihan dan sanitasi, serta menyediakan akses air bersih dan makanan yang aman.
Namun, di negara-negara yang dilanda konflik seperti Sudan, tantangan untuk memenuhi kebutuhan dasar ini menjadi semakin sulit.
Baca Juga: Dua Speaker Bluetooth Xiaomi Siap Mengguncang Indonesia, Tahan Air, Keren, dan Cocok Buat Outdoor!
Di tengah perang, banyak masyarakat yang harus mengungsi dan hidup dalam kondisi kumuh, tanpa akses air bersih dan sanitasi yang memadai, sehingga memicu penyebaran penyakit seperti kolera.
Penyakit ini disebabkan oleh bakteri *Vibrio cholerae* yang menginfeksi usus manusia melalui konsumsi makanan atau air yang terkontaminasi.
Gejalanya mulai dari diare ringan hingga parah, dehidrasi cepat, dan jika tidak ditangani dengan tepat, bisa berujung pada kematian dalam waktu singkat.
Pada kasus parah, perawatan intensif yang melibatkan pemberian cairan intravena dan antibiotik seringkali diperlukan untuk menyelamatkan nyawa pasien.
Otoritas kesehatan di Sudan, dengan dukungan dari berbagai organisasi internasional, terus berupaya untuk menanggulangi wabah ini.
Distribusi bantuan medis, penyediaan air bersih, dan kampanye edukasi kesehatan menjadi prioritas utama dalam mengurangi penyebaran kolera.
Namun, usaha ini terhambat oleh kekacauan akibat konflik yang membuat banyak daerah terisolasi dan sulit dijangkau.
Palang Merah dan organisasi kemanusiaan lainnya telah mendirikan pusat-pusat perawatan darurat di wilayah-wilayah yang paling terdampak, namun mereka menghadapi tantangan logistik dan keamanan dalam memberikan bantuan.
Selain itu, fasilitas kesehatan yang ada sering kali kekurangan pasokan penting seperti obat-obatan, cairan rehidrasi, dan peralatan medis lainnya.