climate-justice

Demi Keadilan Iklim, Dua Warga Pulau Pari Terbang ke Swiss Hadapi Raksasa Semen Holcim

Minggu, 31 Agustus 2025 | 17:00 WIB
Dari kiri ke kanan Edi Mulyono, Asmania, Mustaghfirin, Arif Pujiyanto di Pulau Pari, Jakarta, pada 4 Juni 2025. Empat warga Pulau Pari yang melayangkan gugatan ke pabrik semen Holcim di Swiss

Asmania, sebagai perempuan nelayan, menegaskan bahwa mereka bukan pelaku perusakan, tetapi korban atas dampak pemanasan global. 

"Kalaupun gugatan kami tak dikabulkan, kami akan terus berjuang sampai mendapatkan keadilan," ujarnya tegas perempuan berkerudung ini.

Terlepas dari respons resmi Holcim yang menyatakan mereka telah menetapkan target iklim ambisius dan menolak gugatan ini sebagai mekanisme efektif, perjuangan warga Pulau Pari telah membangkitkan perdebatan moral di dunia korporasi dan kebijakan iklim global. Mereka menempatkan epicenter isu bahwa perubahan iklim tidak hanya soal temperatur, tapi soal keadilan, dan kini diklaim ke ranah peradilan global. 

Jika berhasil, gugatan ini bisa menjadi preseden penting: negara-negara pulau kecil, komunitas nelayan, perempuan pesisir—semua yang paling terdampak krisis iklim—bisa menuntut tanggung jawab dari korporasi besar penyumbang emisi. Yang terjadi bukan sekadar perjalanan dua warga ke luar negeri, tetapi perjalanan ratusan jiwa yang menolak untuk ditelan arus diam. 

Kini, harapan Pulau Pari tersungkup di antara tumpukan dokumen hukum Swiss, sorotan global, dan keyakinan sederhana: menolak tenggelam, bukan hanya secara fisik, melainkan juga secara keadilan. Negeri kecil ini mengatakan kepada dunia, "Kami di sini. Tolong dengarkan."***

Halaman:

Tags

Terkini

Banjir Sumatra dan Krisis Moral Ekologis Bangsa

Sabtu, 6 Desember 2025 | 22:05 WIB

Tragedi Sumatera, Ketika Kesucian Alam Dipertaruhkan

Kamis, 4 Desember 2025 | 14:07 WIB