HUKAMANEWS GreenFaith - Langit di Pulau Pari masih biru, tetapi hati warganya sedang tegang. Asmania dan Arif Pujiyanto, dua dari empat penggugat Pulau Pari, tengah bertandang Swiss. Mereka bukan sekadar menempuh perjalanan fisik, tetapi membawa luka dan harapan lebih besar: suara rakyat kecil diteropong di ruang sidang internasional.
Perjalanan mereka bukan tiba-tiba. Sejak Oktober 2022, upaya konsiliasi dengan Holcim berlangsung di Pengadilan Swiss tanpa hasil. Gagal berdamai, pada 31 Januari 2023 empat warga yakni Edi Mulyono, Mustagfirin, Asmania dan Arif Pujiyanto, melayangkan gugatan resmi kepada Holcim ke Pengadilan Zug, Swiss.
Gugatan tersebut menuntut tiga hal: pengurangan emisi CO₂ sebesar 43 persen pada tahun 2030 dan 69 persen pada 2040, ganti rugi melalui penanaman satu juta mangrove, serta pembangunan tanggul untuk melindungi Pulau Pari dari abrasi dan rob.
Kini, di penghujung musim gugur 2025, tepatnya pada 3 September, sidang akan bergulir di Zurich. Sidang atas gugatan warga Pulau Pari ini mengadopsi mekanisme "loss and damage", yakni kompensasi atas dampak perubahan iklim yang diderita komunitas. Momen tersebut menandai titik transformatif di mana suara empat warga pulau kecil terangkat pada panggung global.
Dalam gugatannya, mereka menunjuk Holcim Swiss sebagai tergugat karena produsen bahan bangunan terbesar di dunia ini telah memproduksi lebih dari 7 miliar ton semen. Angka tersebut didapat dari Studi Institut Akuntabilitas Iklim yang menghitung aktivitas Holcim Swiss dari tahun 1950 sampai 2021 di 266 pabrik dan stasiun penggilingan semennya di seluruh dunia telah mengakibatkan krisis iklim.
Beban lingkungan akibat aktivitas industri ini tidak hanya dirasakan negara-negara utara, tetapi juga dialami warga yang sangat jauh di selatan, termasuk Pulau Pari. Perubahan iklim menuntun tingginya permukaan air laut, badai, gelombang tinggi, dan menyebabkan cuaca ekstrem akibat banjir.
Manajer Program GreenFath Indonesia Parid Ridwanuddin menjelaskan, walau Holcim sudah ”angkat kaki” dari Indonesia sejak 2017, tetap bisa digugat karena aktivitas industrinya selama ini mengakibatkan krisis iklim. Namun, perjuangan gugatan iklim ini masih panjang.
Parid mencontohkan, gugatan iklim yang dilayangkan Saul Luciano Lliuya, seorang petani di Peru kepada perusahaan energi di Jerman, Rheinisch-Westfälisches Elektrizitätswerk (RWE), di Pengadilan Essen, Jerman sejak 2017 saja belum mencapai tahapan putusan walau menunjukkan progres yang baik. Saul menggugat RWE sebagai salah satu penghasil emisi CO2 terbesar di Eropa serta diduga mengakibatkan gletser Pegunungan Andes mencair dan merugikan warga Peru.
”Walau panjang, gugatan iklim yang ditempuh di Pulau Pari ini akan mengirimkan pesan bahwa rakyat bisa menuntut hak atas bencana iklim, baik oleh negara maupun perusahaan karena krisis iklim ini dampaknya lintas batas,” kata Parid.
Dampak krisis iklim secara global membuat suhu bumi melebihi 1,5 derajat celsius dibandingkan dengan era prarevolusi industri dan memicu bencana iklim di Indonesia yang semakin buruk dari waktu ke waktu. Apa yang terjadi di Pulau Pari terjadi juga di tempat lain.
Kepada kantor berita AFP, Holcim mengklaim tengah dalam upaya serius mengatasi krisis iklim dengan mengurasi jejak karbon hingga 2030. Namun, mereka menolak mengomentari gugatan dari masyarakat Pulau Pari tersebut.
”Kami fokus untuk mendukung konsumen kami dalam meningkatkan standar hidup bagi semua sekaligus mengurangi emisi,” kata perwakilan Holcim kepada AFP (Kompas.id, 20/9/2022).
Tak sendiri, dukungan untuk warga Pulau Pari juga datang dari beragam lembaga. Gugatan ini berada di bawah bendera hukum internasional, dibantu lembaga seperti WALHI, ECCHR, dan HEKS, serta didukung oleh jaringan aktivis global seperti Friends of the Earth Internasional.
Artikel Terkait
Menolak Tenggelam: Suara dari Pulau Pari untuk Keadilan Iklim
Perempuan Pulau Pari: Penjaga Laut, Penjaga Kehidupan
Perjuangan Warga Pulau Pari Menolak Tenggelam di Tengah Krisis Iklim
Kondisi Pulau Pari Saat Ini: Pernah Makmur Kini Terjepit Abrasi, Reklamasi, dan Kriminalisasi