climate-justice

Mengenal Bursa Karbon Indonesia, Era Baru Bisnis Ramah Lingkungan?

Rabu, 27 November 2024 | 12:00 WIB
Bursa Karbon Indonesia resmi diluncurkan pada tahun lalu, tepatnya 26 September 2023 oleh Presiden Joko Widodo

HUKAMANEWS GreenFaith - Pada 26 September 2023, Indonesia mencatatkan sejarah baru dalam upaya global menanggulangi perubahan iklim dengan meluncurkan Bursa Karbon Indonesia. Diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo, bursa ini menjadi sarana perdagangan unit karbon yang bertujuan mendukung pengurangan emisi gas rumah kaca. Operasinya berada di bawah naungan Bursa Efek Indonesia (BEI) dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Inisiatif ini tidak hanya berfungsi sebagai bentuk implementasi Paris Agreement, tetapi juga menawarkan peluang ekonomi baru bagi pelaku usaha di Indonesia. Melalui perdagangan karbon, perusahaan dengan emisi rendah dapat menjual kredit karbon kepada perusahaan dengan emisi lebih tinggi. Sistem ini menciptakan insentif untuk mengurangi jejak karbon, sambil membuka peluang bisnis yang menjanjikan.

Sesuai Peraturan OJK Nomor 14 Tahun 2023, Bursa Karbon Indonesia menawarkan mekanisme perdagangan yang transparan dan efisien. Empat mekanisme utama, yaitu Auction, Regular Trading, Negotiated Trading, dan Marketplace, memastikan fleksibilitas dalam transaksi.

Baca Juga: Hening Parlan, Merajut Keimanan dan Keberlanjutan Lingkungan untuk Selamatkan Bumi

Bursa ini terhubung dengan Sistem Registri Nasional Pengendalian Perubahan Iklim (SRN-PPI) milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Hal ini memungkinkan administrasi yang lebih mudah dan mencegah masalah seperti double counting.

Potensi pesertanya cukup besar. Merujuk laporan OJK berdasarkan data Kementerian ESDM dan PT PLN (Persero), sebanyak 99 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara diproyeksikan ikut serta dalam perdagangan karbon. Jumlah ini setara dengan 86 persen dari total PLTU Batu Bara yang beroperasi di Indonesia. 

Selain dari subsektor pembangkit tenaga listrik, perdagangan karbon di Indonesia ke depan juga akan diramaikan oleh sektor lain yang merupakan sektor prioritas pemenuhan nationally determined contribution (NDC), seperti sektor Kehutanan, Pertanian, Limbah, Migas, Industri Umum, dan yang akan menyusul dari sektor Kelautan.

Baca Juga: Kecelakaan Beruntun di Lampu Merah Slipi, Dua Nyawa Melayang Akibat Truk Tronton Langgar Aturan Operasional 

Peluang Ekonomi dan Kontribusi Global

Indonesia memiliki posisi unik dalam perdagangan karbon global. Dengan kekayaan alamnya, negara ini mampu menghasilkan solusi berbasis alam (nature-based solutions) yang berkontribusi besar pada pengurangan emisi karbon. Presiden Joko Widodo bahkan memperkirakan potensi karbon Indonesia mencapai 1 gigaton CO2, dengan nilai ekonomi perdagangan karbon yang bisa mencapai Rp 3.000 triliun atau lebih.

“Angka ini sangat besar dan memberikan peluang ekonomi baru yang berkelanjutan serta ramah lingkungan, sejalan dengan arah dunia menuju ekonomi hijau,” ujar Presiden Jokowi kala itu.

Selain sebagai peluang bisnis, Bursa Karbon diharapkan mampu mendorong target Nationally Determined Contributions (NDC) Indonesia, yaitu pengurangan emisi GRK sebesar 31,89 persen (tanpa bantuan internasional) dan hingga 43,2 persen (dengan dukungan internasional) pada 2030.

Baca Juga: Main Game Tanpa Ribet, Samsung Rilis Cloud Gaming, Cukup Klik dan Main Langsung di Galaxy Kamu!

Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menyebutkan bahwa Bursa Karbon Indonesia akan menjadi salah satu yang terbesar di dunia. “Hari ini kita memulai sejarah dan awal era baru yang mendukung upaya nasional maupun global untuk menurunkan emisi karbon,” tegasnya.

Halaman:

Tags

Terkini

Banjir Sumatra dan Krisis Moral Ekologis Bangsa

Sabtu, 6 Desember 2025 | 22:05 WIB

Tragedi Sumatera, Ketika Kesucian Alam Dipertaruhkan

Kamis, 4 Desember 2025 | 14:07 WIB