Upaya perdagangan karbon diharapkan dapat menjadi alat penting bagi Indonesia dalam menghadapi krisis iklim, sekaligus menarik dukungan internasional yang berpotensi meningkatkan efektivitas program iklim nasional.
Dalam COP28 yang diadakan tahun lalu di Uni Emirat Arab, kesepakatan pendanaan iklim sebesar 83 miliar dolar AS telah dicapai untuk mendukung negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, dalam penanganan perubahan iklim.
Pada COP29, delegasi Indonesia akan melanjutkan pembicaraan terkait pendanaan iklim, agar kesepakatan tersebut dapat direalisasikan menjadi aksi nyata di lapangan.
Indonesia melihat pendanaan iklim ini sebagai aspek kunci yang perlu diperjuangkan, terutama untuk keberlanjutan proyek-proyek mitigasi dan adaptasi.
Hanif Faisol Nurofiq menyatakan, “Ini memang jalan panjang dengan negosiasi yang berliku, tetapi kami akan terus mendorong agar apa yang telah disepakati bisa segera diimplementasikan.”
Langkah ini diharapkan dapat memperkuat posisi Indonesia di tataran internasional dan memberikan dampak signifikan bagi program iklim dalam negeri.
Melalui peran Hashim S. Djojohadikusumo sebagai Utusan Khusus Presiden dan Ketua Delegasi, Indonesia menegaskan posisinya sebagai negara berkembang yang proaktif dalam menghadapi krisis iklim global.
Selain itu, dengan latar belakang pengalaman Hashim di bidang energi dan lingkungan, banyak pihak berharap diplomasi Indonesia di COP29 akan menghasilkan keputusan konkret yang berdaya guna bagi kelestarian lingkungan.
Dengan isu perubahan iklim yang semakin kompleks dan mendesak, konferensi COP29 di Baku akan menjadi panggung penting bagi Indonesia untuk menunjukkan komitmennya secara global.
Indonesia tidak hanya ingin menjadi peserta dalam percakapan dunia tentang iklim, tetapi juga pemain aktif yang membawa solusi untuk keberlanjutan bumi.
Semoga langkah ini menjadi titik awal bagi terciptanya kebijakan iklim yang lebih kuat, baik di dalam maupun luar negeri. ***