Sejak rencana pembangunan PLTU II pada 2015, warga dari tiga desa ini mulai bergerak dan meminta pendampingan dari WALHI. Mereka berhasil memenangkan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung pada 2017, yang menyatakan izin pembangunan PLTU tidak sah. Namun, perjuangan belum selesai karena pemerintah kabupaten terus mengajukan kasasi.
Tantangan semakin berat dengan adanya upaya kriminalisasi pada 2018, ketika tiga warga dituduh membalikkan bendera merah putih dan empat warga lainnya ditangkap saat berdemonstrasi. Meski demikian, warga Jatayu, didukung oleh WALHI dan jaringan internasional seperti Friends of the Earth Jepang, terus berjuang. Pada 2020, mereka menggelar aksi di depan Kedutaan Besar Jepang di Jakarta, menuntut pemerintah Jepang menghentikan pendanaan PLTU II Indramayu.
Perjuangan warga membuahkan hasil ketika pada Juni 2022, pemerintah Jepang mengumumkan niat untuk membatalkan pendanaan PLTU di Indonesia, termasuk di Indramayu. Namun, perlawanan belum usai karena PLTU I masih beroperasi dan warga terus menuntut penutupannya demi kesehatan masyarakat dan kelestarian lingkungan.
Sebagai penutup, Hening Parlan, Direktur GreenFaith Indonesia menyatakan, dialog transisi energi yang diadakan di Indramayu ini menegaskan pentingnya pendekatan yang berkelanjutan dan adil dalam memenuhi kebutuhan energi.
Baca Juga: Mengintip Harga Fantastis Stroller Mewah Bobby Kertanegara, Kucing Kesayangan Presiden Prabowo!
“Dampak negatif PLTU terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat harus menjadi perhatian serius pemerintah dalam merumuskan kebijakan energi yang lebih ramah lingkungan,” kata Hening.
Perjuangan panjang warga Jatayu adalah contoh nyata dari perlawanan masyarakat terhadap ketidakadilan lingkungan. Meskipun perhatian internasional mulai mengarah ke kasus ini, perjuangan belum selesai hingga semua PLTU di daerah tersebut benar-benar ditutup. ***