HUKAMANEWS GreenFaith — Polemik tambang nikel di Raja Ampat menyingkap tabir kegagalan kita dalam merawat pulau-pulau kecil. Empat izin usaha pertambangan di kawasan yang dikenal sebagai mahkota keanekaragaman hayati dunia itu resmi dicabut pemerintah pada Juni 2025, tetapi satu perusahaan milik negara, PT Gag Nikel, tetap dibiarkan beroperasi dengan dalih pengawasan ketat.
Publik bertanya-tanya, sampai kapan kebijakan setengah hati ini berlanjut?
Raja Ampat bukan satu-satunya. Data Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) mencatat sedikitnya 35 pulau kecil lain di Indonesia yang berpotensi terancam penambangan serupa. Dari Pulau Wawonii di Sulawesi Tenggara, Bunyu di Kalimantan Utara, hingga Pulau Gebe di Maluku Utara, jejak luka ekologis terus bertambah.
Padahal, fungsi pulau kecil sangat vital. “Pulau-pulau kecil itu adalah benteng pesisir. Mereka jadi wilayah tangkapan ikan, ruang hidup masyarakat adat dan nelayan. Kalau rusak, kerusakan itu bersifat total, tak bisa dipulihkan,” tegas Koordinator Nasional JATAM, Melky Nahar, Rabu (25/6/2025).
Kerusakan ekologis ini bukan sekadar teori. Berulang kali kita menyaksikan pencemaran laut, sedimentasi pesisir, terumbu karang mati, hutan bakau hilang, dan hilangnya sumber pangan. Persis seperti yang terjadi di Raja Ampat, di mana sedimentasi tambang menodai laut di sekitar Pulau Manuran dan merusak habitat ikan.
Lebih dari itu, tambang di pulau kecil menimbulkan dampak sosial yang membekas. Konflik horizontal antarwarga muncul. Mereka terbelah antara yang menolak tambang dan yang tergiur janji pekerjaan atau kompensasi adat. Penghasilan masyarakat pesisir yang bergantung pada laut tergeser, sementara kesehatan mereka terancam debu, logam berat, serta paparan limbah tambang.
Sialnya, ketika ruang hidup hilang, tidak ada cadangan lokasi lain bagi warga pulau. Mereka terkunci di tanah kelahiran sendiri yang telah berubah menjadi kawasan industri ekstraktif.
Melky mencatat, sepanjang 2022–2023, tak kurang dari 100 warga pulau kecil harus menghadapi proses hukum hanya karena mempertahankan ruang hidup mereka dari ekspansi tambang.
Pemerintah memang mengantongi pemasukan fantastis dari sektor mineral dan batu bara — Rp107,8 triliun pada 2024. Namun angka itu menurun dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, sementara kerugian ekologis dan sosial jauh lebih mahal. Perkiraan para ahli menyebut kerusakan akibat tambang bisa menimbulkan kerugian hingga Rp60 triliun — dan itu belum menghitung kerusakan ekosistem jangka panjang yang tak ternilai.
Laporan Tempo juga menunjukkan bahwa pulau-pulau kecil rentan menjadi sasaran karena pemerintah cenderung mempermudah perizinan tambang di sana. Celah hukum dalam Undang-Undang Minerba menimbulkan bias pembangunan yang merugikan masyarakat lokal.
Pulau kecil semestinya dijaga sebagai episentrum keanekaragaman hayati dan ketahanan pangan. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan (2023) menegaskan Indonesia punya lebih dari 17 ribu pulau, mayoritas berukuran kecil, dan menjadi rumah bagi jutaan orang yang hidup bergantung pada pesisir. Jika satu pulau hilang fungsi ekologisnya, bencana berantai pun akan datang: banjir rob, abrasi, hilangnya terumbu karang, hancurnya kawasan penyangga.
Maka muncul pertanyaan paling mendasar: menambang pulau kecil, untung siapa, rugi siapa? Negara mungkin diuntungkan secara fiskal dalam jangka pendek, tetapi rakyat kehilangan ruang hidup, sumber pangan, bahkan hak asasi mereka untuk hidup di tanah sendiri.
Langkah mencabut empat izin tambang di Raja Ampat patut diapresiasi, namun belum cukup. Tanpa perubahan paradigma tata kelola tambang di pulau kecil — dari pendekatan eksploitatif menjadi berbasis keadilan ekologis — sejarah luka ini hanya akan berulang di pulau lain.
Indonesia semestinya belajar, pulau kecil bukan sekadar bongkahan tanah berisi mineral. Ia adalah benteng terakhir bagi jutaan warga pesisir, dan warisan hayati yang semestinya dititipkan ke generasi mendatang dalam keadaan utuh.***
Artikel Terkait
Green Faith Indonesia: Tambang di Pulau Kecil Langgar Konstitusi dan Ajaran Agama
Ditetapkan UNESCO Sebagai Destinasi Wisata, Kawasan Raja Ampat Harusnya Aman Untuk Dikunjungi
Raja Ampat Terancam Tambang, 4 Izin Dicabut, Apakah Cukup?
Jejak Dosa Tambang Nikel di Surga Raja Ampat