Raja Ampat Terancam Tambang, 4 Izin Dicabut, Apakah Cukup?

photo author
- Senin, 30 Juni 2025 | 17:38 WIB
Potret gugusan Kepulauan Raja Ampat
Potret gugusan Kepulauan Raja Ampat

 

HUKAMANEWS GreenFaith — Pemerintah resmi mencabut izin usaha pertambangan (IUP) empat perusahaan tambang nikel yang beroperasi di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya, Selasa (10/6). Langkah ini diambil tak lama setelah gelombang protes Save Raja Ampat menggema di media sosial dan memicu sorotan publik terhadap kerusakan lingkungan di kepulauan eksotis tersebut.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menegaskan bahwa pencabutan izin ini didasarkan pada pertimbangan lingkungan dan temuan pelanggaran di lapangan. Empat perusahaan yang dicabut izinnya adalah PT Anugerah Surya Pratama, PT Mulia Raymond Perkasa, PT Nurham, dan PT Kawei Sejahtera Mining.

“Presiden menimbang secara menyeluruh, dan memutuskan bahwa empat IUP di luar Pulau Gag harus dicabut. Alasannya terutama karena kawasan tersebut sebagian masuk ke wilayah geopark global UNESCO dan rentan terhadap kerusakan ekosistem,” ujar Bahlil dalam konferensi pers di Istana Merdeka.

Keputusan ini menyusul viralnya aksi protes sekelompok anak muda Raja Ampat bersama Greenpeace, yang menyerukan penghentian tambang di wilayah pulau kecil itu. Video kampanye tersebut ditonton hampir 19 juta kali di media sosial, menyoroti deforestasi lebih dari 500 hektare dan ancaman pencemaran perairan.

Meski empat perusahaan harus angkat kaki, pemerintah tetap mempertahankan izin PT Gag Nikel yang beroperasi di Pulau Gag. Namun, Bahlil berjanji akan melakukan pengawasan ketat terhadap perusahaan ini, terutama terkait reklamasi, perlindungan terumbu karang, dan pengelolaan limbah.

“PT Gag tidak dicabut, tetapi diawasi ketat sesuai arahan Presiden,” ujarnya.

Keputusan mempertahankan PT Gag Nikel sedikit berbenturan dengan sikap Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), yang sebelumnya menyatakan seluruh konsesi tambang di Pulau Gag berada di kawasan hutan lindung serta termasuk kategori pulau kecil yang wajib dijaga. KLHK bahkan meminta perusahaan melakukan pemulihan atas kerusakan ekologis yang sudah terjadi.

Sejauh ini, PT Gag Nikel memiliki Kontrak Karya Generasi VII seluas lebih dari 13.000 hektare, dengan masa berlaku hingga 2047. Meski sudah memegang dokumen AMDAL dan izin pinjam pakai kawasan hutan, perusahaan itu belum mengantongi sertifikat kelayakan operasi untuk pembuangan limbah.

Lebih rinci, berikut izin yang dimiliki oleh lima perusahaan:

PT Gag Nikel

Perusahaan ini memegang Kontrak Karya (KK) Generasi VII dengan luas wilayah 13.136 hektare di Pulau Gag. Perusahaan telah memasuki tahap Operasi Produksi yang berlaku hingga 30 November 2047. PT Gag Nikel telah memiliki dokumen AMDAL, IPPKH (Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan), dan Penataan Areal Kerja (PAK).

Hingga 2025, total bukaan tambang mencapai 187,87 hektare, dengan 135,45 hektare telah direklamasi. PT Gag Nikel belum melakukan pembuangan air limbah karena masih menunggu penerbitan Sertifikat Laik Operasi (SLO).

PT Anugerah Surya Pratama (ASP)

Perusahaan ini mengantongi IUP Operasi Produksi yang diterbitkan 7 Januari 2024 dan berlaku hingga 7 Januari 2034. Wilayahnya memiliki luas 1.173 hektare di Pulau Manuran. Untuk aspek lingkungan, PT ASP telah memiliki dokumen AMDAL pada 2006 dan UKL-UPL di tahun yang sama dari Bupati Raja Ampat.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Sukowati Utami JI

Tags

Rekomendasi

Terkini

Banjir Sumatra dan Krisis Moral Ekologis Bangsa

Sabtu, 6 Desember 2025 | 22:05 WIB

Tragedi Sumatera, Ketika Kesucian Alam Dipertaruhkan

Kamis, 4 Desember 2025 | 14:07 WIB
X