Selain fitur konvensional seperti pembukaan rekening online, transfer dana, pengisian e-wallet, cardless, QRIS, uang elektronik, pembelian pulsa hingga token PLN, dan pembayaran tagihan rutin, BSya juga menempatkan fitur Islami sebagai inti pengalaman pengguna. Dalam fitur ini, terdapat jadwal salat, arah kiblat, setoran haji, serta ZISWAF (Zakat, Infak, Sedekah, Wakaf) hingga Kurban.
Dengan integrasi ini, teknologi dan spiritualitas berjalan berdampingan, mengubah rutinitas digital menjadi perjalanan hidup yang lebih bermakna. BSya menjadikan setiap sentuhan pada layar bukan sekadar transaksi, tetapi momen menyulam kebiasaan baik dan mendekatkan diri pada ibadah
Namun, semua kemudahan itu hadir di tengah tantangan besar: rendahnya literasi keuangan syariah. Survei OJK 2022 mencatat literasi syariah baru 9,14 persen, jauh tertinggal dari literasi keuangan umum yang mencapai 49,68 persen. Padahal, Indonesia memiliki lebih dari 241 juta penduduk Muslim (Pew Research Center, 2021).
Kesenjangan ini yang ingin dijembatani BSya. Melalui fitur kalkulator zakat, pengguna tidak hanya terbantu menghitung kewajiban, tapi juga mendapat edukasi ringan tentang prinsip syariah yang mendasarinya. Edukasi semacam ini penting karena literasi tidak tumbuh hanya lewat seminar, melainkan melalui pengalaman nyata yang relevan dengan kebutuhan sehari-hari.
“Literasi perbankan syariah relatif masih rendah. Karena itu, BSya kami rancang bukan hanya untuk mempermudah transaksi, tapi juga mendidik masyarakat agar lebih memahami prinsip-prinsip syariah,” kata Ina Widjaja, Direktur BCA Syariah.
Kehadiran BSya semakin penting jika melihat realitas pasar. Kontribusi perbankan syariah terhadap total aset perbankan nasional baru sekitar 7 persen (OJK, 2023). Padahal, dengan populasi Muslim terbesar di dunia, peluang pengembangan masih terbuka lebar.
Bagi Asiyah, pengalaman menggunakan BSya membuatnya lebih paham tentang pentingnya perencanaan ibadah. Bagi Rizky, disiplin menabung haji memberi pemahaman baru bahwa syariah tidak sebatas label, melainkan gaya hidup. Dua kisah ini memperlihatkan bagaimana literasi tumbuh melalui praktik sederhana namun bermakna.
Transformasi semacam ini selaras dengan agenda pemerintah yang menargetkan Indonesia menjadi pusat ekonomi syariah dunia. Namun cita-cita besar itu tidak akan tercapai tanpa inovasi konkret di tingkat akar rumput dan BSya menjadi salah satu wujud nyata bagaimana literasi syariah bisa membumi di tengah masyarakat.
Menyulam Finansial dan Spiritual
Mengalir dari fitur ibadah, kepraktisan transaksi, hingga kontribusi pada literasi, BSya menyulam narasi besar tentang keseimbangan hidup. Ia hadir bukan sebagai jargon, melainkan solusi sehari-hari.
Bagi anak muda urban seperti Rizky, aplikasi ini menjadi sahabat dalam mengatur cash flow bulanan sekaligus menyalurkan sedekah tanpa ribet. Bagi ibu rumah tangga seperti Asiyah, BSya memberi rasa tenang karena ibadah haji bisa direncanakan lebih mudah.
“Dengan BSya, finansial dan spiritual berjalan seiring,” tegas Ina Widjaja. Ucapan ini menegaskan misi besar BSya: menghadirkan harmoni antara kebutuhan duniawi dan ukhrawi.
Di era ketika manusia semakin bergantung pada ponsel, BSya membalik persepsi bahwa teknologi hanya soal efisiensi. Justru ia menghadirkan makna. Dari gaji pertama hingga mimpi haji, dari belanja harian hingga zakat bulanan, semua bisa menjadi sarana ibadah.
Jika literasi syariah perlahan meningkat, jika kebiasaan baik semakin terbentuk, dan jika umat kian mudah mendekatkan diri pada ibadah, maka BSya menemukan maknanya. Ia bukan hanya aplikasi, melainkan bagian dari perjalanan masyarakat Muslim Indonesia menuju keseimbangan baru—sejahtera secara finansial, tenang secara spiritual.
Akhirnya, BSya adalah cerminan gaya hidup baru: menggabungkan efisiensi digital dengan nilai spiritual yang abadi. Sebuah pengingat bahwa dalam genggaman kita, finansial dan spiritual bisa bertemu, berjalan seiring, dan menuntun pada hidup yang lebih penuh berkah.***