bisnis

Rojali Merebak di Sejumlah Mal, Indikasi Daya Beli Masyarakat Benar - Benar Turun

Kamis, 24 Juli 2025 | 15:09 WIB

HUKAMANEWS – Namanya Rojali alias rombongan jarang beli, ada sejak lama. Bedanya karena daya beli masyarakat  kian menurun, tahun ini jumlahnya semakin meningkat.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja mengatakan ada beberapa faktor yang menyebabkan intensitas fenomena ini terus meningkat, salah satunya adalah melemahnya daya beli masyarakat.

"Kalau yang di kelas menengah atas mereka lebih hati-hati dalam berbelanja apalagi kalau ada pengaruh makroekonomi, mikroekonomi dari global sehingga mereka belanja atau investasi. Kan itu juga terjadi," kata Alphonzus.

Baca Juga: Harga Cuma Rp949 Ribu! Tecno SPARK GO 2 Rilis di Indonesia, Desain Mirip Flagship dan Spek Lumayan Kencang

Dari sisi kelas menengah bawah, penyebab dari rojali adalah daya beli masyarakat yang berkurang, sehingga mereka akan lebih memilih produk atau barang yang harga satuannya lebih murah.

Ia mengatakan jumlah kunjungan ke pusat perbelanjaan tetap naik meski tidak signifikan. Namun, pola belanjanya mulai mengalami pergeseran.

"Pola belanjanya, mereka jadi lebih selektif berbelanja, kalau tidak perlu ya tidak. Kemudian kalaupun belanja, beli barang produk yang harga satuan yang unit harganya murah," ujar dia.

Baca Juga: Harga Rokok Perlu Dibikin Mahal, Jumlah Perokok Anak Naik Signifikan

Ikut menanggapi fenomena Rojali, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menyebut masyarakat bebas untuk menentukan pilihan untuk berbelanja secara daring ataupun luring.

"Kan kita bebas kan. Saya bilang kan kita tuh bebas mau beli di 'online', mau beli di 'offline' kan bebas. Kan dari dulu juga ada itu," ujar Budi di Jakarta, Rabu, 23 Juli 2025.

Ia mengatakan kebanyakan konsumen ingin melihat sebuah barang secara langsung guna memastikan keaslian, harga dan kualitas.

Baca Juga: Baru Jadi Wapres, Ini Isi Kekayaan Gibran yang Diam-Diam Capai Rp27,5 Miliar

Pemerintah sendiri tidak bisa mengintervensi masyarakat untuk mewajibkan pembelian produk harus dilakukan di mal atau toko fisik lainnya.

"Dari dulu kan begitu, namanya orang mau belanja dicek dulu, yang pengin lihat barangnya bagus kah, harganya seperti apa. Jangan sampai nanti dapat yang palsu, misalnya kan gitu dapat barang rekondisi, makanya dicek barangnya bagus," katanya.***



Terkini