Baca Juga: Mantan Pejabat dan Tradisi Melupakan: Rapuhnya Etika Kekuasaan
Pada kesempatan yang sama, Parid Ridwanuddin, dosen Universitas Paramadina sekaligus peneliti fellowship Indonesia for Global Justice (IGJ), menilai pengesahan IEU CEPA berpotensi mengubah arah penguasaan mineral kritis di Indonesia. Ketika ruang kebijakan negara semakin terbatas, kata Parid, pengelolaan mineral cenderung lebih ditentukan oleh kepentingan investasi dibanding pertimbangan sosial dan ekologis.
"Dalam situasi seperti ini, dampak sosio-ekologis di wilayah tambang berisiko makin berat, mulai dari konflik lahan, degradasi lingkungan, hingga berkurangnya ruang hidup masyarakat lokal dan adat,” ujarnya.
Ia mengingatkan, tanpa kerangka perlindungan yang kuat, agenda transisi energi dan hilirisasi justru dapat mengulang pola ekstraksi lama yang timpang, dengan manfaat ekonomi terkonsentrasi pada segelintir pihak, sementara biaya sosial dan ekologis ditanggung masyarakat.
Dengan implikasi yang akan terasa puluhan tahun ke depan, kehati-hatian menjadi kata kunci. Di tengah ambisi Indonesia menjadi pemain utama mineral kritis dunia, IEU CEPA seharusnya menjadi alat penguat kedaulatan. Bukan sebaliknya—menjadi batas baru bagi kemandirian bangsa.***