“Inilah yang membuat masalah semakin kompleks. Konten anak yang terekspos bisa berpindah-pindah platform tanpa kendali,” tambahnya.
Karena itu, menurut Prof. Atie, pengawasan tidak cukup hanya mengandalkan regulasi formal. Literasi media di tingkat keluarga menjadi sangat penting. Orang tua harus memahami manfaat sekaligus risiko media sosial sebelum mengunggah konten anak.
Baca Juga: Dari Ternate, Muhammadiyah Menyalakan Cahaya Transisi Energi
“Literasi media adalah kunci. Orang tua perlu berhenti sejenak dan bertanya: apakah konten ini aman untuk anak saya di masa depan?” tegasnya.
Dengan membahas persoalan sharenting secara terbuka dalam sebuah diskusi, diharapkan dapat semakin membuka kesadaran publik bahwa sharenting bukan sekadar tren lucu-lucuan, tetapi fenomena yang bisa berdampak serius pada tumbuh kembang anak.
Dengan penguatan literasi media dan implementasi regulasi yang lebih baik, perlindungan anak di era konvergensi media diharapkan bisa semakin kuat.
Bukan Sekadar Lucu, Sharenting Bisa Jadi Bentuk Eksploitasi Anak di Era Media Digital