Bukan Sekadar Lucu, Sharenting Bisa Jadi Bentuk Eksploitasi Anak di Era Media Digital

photo author
- Selasa, 2 September 2025 | 17:09 WIB
Prof. Atie Rachmiatie, M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung (UNISBA) saat menganalisa perilaku sharenting yang marak di kalangan orangtua. (Elizabeth Widowati )
Prof. Atie Rachmiatie, M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung (UNISBA) saat menganalisa perilaku sharenting yang marak di kalangan orangtua. (Elizabeth Widowati )

HUKAMANEWS – Perkembangan teknologi digital dan media sosial membuat batas antara media penyiaran, digital, dan platform daring semakin kabur. Di tengah arus konvergensi media ini, praktik sharenting—kebiasaan orang tua membagikan kehidupan anak di media sosial—menjadi sorotan serius. 

Fenomena yang awalnya dianggap wajar ini dinilai bisa berdampak pada privasi dan identitas anak jika tidak diiringi dengan literasi media yang memadai.

Hal itu disampaikan oleh Prof. Atie Rachmiatie, M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung (UNISBA), dalam sebuah Focus Group Discussion (FGD) DRTPM DIKTI yang digelar Telkom University  bertemakan  “Sharenting di Era Digital: Analisis Netnografi Terhadap Respon Netizen pada Konten Anak Viral di Instagram” yang dipimpin oleh Dr. Sri Wahyuning Astuti, S.Psi, M.Ikom.

Baca Juga: Diplomat Muda RI Tewas Ditembak di Peru, Polisi Buru Pelaku Misterius di Lima

Menurutnya, sharenting tidak bisa dipandang sebelah mata karena melibatkan banyak aspek mulai dari psikologi, sosiologi, hukum, hingga regulasi media.

“Fenomena ini multidisipliner. Dari sisi komunikasi digital, ia terkait dengan privasi dan identitas anak. Dari sisi sosiologi, ia berhubungan dengan relasi orang tua dan anak yang berubah karena tuntutan sosial untuk selalu eksis atau viral,” ujar Prof. Atie menegaskan.

Ia menambahkan, motivasi orang tua untuk mengekspose anak bisa beragam: mencari pengakuan, ingin diakui eksistensinya, hingga mengejar keuntungan ekonomi. Faktor-faktor ini dapat membuka peluang terjadinya eksploitasi anak, baik disadari maupun tidak.

Baca Juga: Respons Cepat Prabowo Bikin Pemuda Lintas Iman Terpukau, 8 Tuntutan Rakyat Langsung Ditanggapi

“Kadang orang tua tidak sadar, atau pura-pura tidak sadar, bahwa yang dilakukan adalah bentuk eksploitasi anak,” jelasnya.

Dari perspektif hukum, jangan salah, sebenarnya sudah jelas ada regulasi yang melarang eksploitasi anak di ruang media. Tengok saja, UU Penyiaran No. 32 Tahun 2002 dan aturan P3SPS jelas mengatur larangan menampilkan anak sebagai objek yang bisa merugikan kepentingannya. Namun, implementasi aturan ini dinilai masih lemah. 

“KPI maupun KPID terbatas dalam memberi sanksi, sehingga praktik di lapangan sulit dikendalikan,” kata Prof. Atie, lagi.

Baca Juga: Sidang Etik Tujuh Anggota Brimob Pelindas Ojol Affan Digelar, Dua Personel Dihukum Berat

 

Ia juga menyoroti fenomena agenda setting di media. Konten yang awalnya muncul di televisi dapat segera berpindah ke media digital, lalu menyebar luas di media sosial, bahkan menjadi viral dalam hitungan jam. Fenomena ini menciptakan lingkaran viral yang sulit diputus. 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Elizabeth Widowati

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Sekolah Tak Ada PR, Menguntungkan Siswa Atau Siapa

Selasa, 24 Juni 2025 | 19:57 WIB
X