Selain itu, faktor lain yang memengaruhi adalah cara penyebutan dalam berbagai daerah.
Beberapa wilayah di Indonesia lebih familiar dengan "coklat," sehingga penggunaannya pun semakin meluas meskipun secara resmi tidak sesuai dengan aturan bahasa.
Pengaruh Media dan Iklan
Tak dapat dimungkiri, media massa dan industri periklanan memiliki peran besar dalam membentuk kebiasaan berbahasa.
Banyak merek makanan dan minuman menggunakan kata "coklat" dalam promosinya, yang secara tidak langsung memperkuat pemahaman publik bahwa kata tersebut benar.
Bahkan, beberapa label produk menggunakan "coklat" secara lebih dominan dibanding "cokelat."
Hal ini menyebabkan kebingungan bagi masyarakat yang tidak terbiasa dengan aturan kebahasaan formal.
Jadi, Haruskah Selalu Menggunakan "Cokelat"?
Jawabannya tergantung pada konteks. Jika Anda menulis dalam situasi formal, seperti artikel akademik, jurnalistik, atau dokumen resmi, maka "cokelat" adalah pilihan yang tepat.
Namun, dalam percakapan sehari-hari atau media sosial, penggunaan "coklat" masih bisa dimaklumi, mengingat kebiasaan masyarakat yang sudah terbentuk sejak lama.
Yang terpenting adalah kesadaran akan aturan bahasa yang benar. Dengan mengetahui bahwa "cokelat" adalah bentuk baku, kita bisa lebih bijak dalam menggunakannya sesuai kebutuhan.***
Artikel Terkait
Belajar Bahasa: Imlek atau Imelek? Begini Penulisan yang Benar Menurut KBBI dan PUEBI
Belajar Bahasa: Pelesiran atau Plesiran, Mana yang Benar Menurut KBBI dan PEUBI?
Belajar Bahasa: Kelenteng atau Klenteng? Ini Jawaban Resmi Sesuai KBBI yang Jarang Diketahui
Belajar Bahasa: Bazzar, Bazaar, atau Bazar? Ini Kata KBBI, Jangan Salah Lagi!
Belajar Bahasa: Apa Itu Aneksasi dan Apa perbedaannya dengan Invasi?