Skema yang disorot adalah pengadaan iklan yang diduga sarat rekayasa, dengan penggunaan dana nonbudgeter sebagai sumber pembiayaan. KPK memperkirakan kerugian negara akibat praktik ini mencapai Rp 222 miliar—angka yang nyaris setara dengan satu kali napas APBD untuk sektor publik tertentu.
Kasus ini menambah daftar panjang soal BUMD yang berubah fungsi. Dari mesin pelayanan publik menjadi ladang permainan anggaran. Dari instrumen pembangunan daerah menjadi celengan politik yang samar pengawasannya.
Bagi Ridwan Kamil, penyelidikan ini jelas menjadi ujian reputasi. Selama menjabat, ia dikenal dengan citra bersih dan komunikasi publik yang rapi. Kini, penyidik KPK justru menguliti lapisan-lapisan di balik korporasi daerah yang selama ini disebut berada di luar kendali gubernur.***