“Tidak benar tuduhan bahwa klien kami diuntungkan Rp 809 miliar. Seluruh fakta dan bukti akan kami buka di persidangan,” ujar Dodi secara tegas di hadapan awak media.
Dalam sistem pemerintahan, kebijakan menteri bersifat normatif dan strategis, sementara pelaksanaan pengadaan berada di tangan pejabat pembuat komitmen di level teknis.
Audit BPKP dan Klaim Penghematan Anggaran
Tim penasihat hukum menyebut kebijakan pemilihan Chrome OS telah melalui proses sesuai regulasi yang berlaku.
Pengadaan laptop berbasis Chromebook bahkan dinyatakan lolos dua kali audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.
Audit tersebut menjadi elemen penting dalam menilai apakah terdapat kerugian negara sebagaimana dituduhkan dalam kasus Chromebook ini.
Menurut kuasa hukum, penggunaan sistem operasi Chrome OS justru memberikan efisiensi anggaran yang signifikan.
Baca Juga: KPK Bongkar Arah Kasus Kuota Haji, Pemeriksaan Kedua Yaqut Disebut Kunci Utama Teka-Teki Korupsi
Penghematan yang diklaim mencapai Rp 1,2 triliun berasal dari tidak adanya kebutuhan lisensi tambahan, berbeda dengan sistem operasi lain yang memerlukan biaya berulang.
Distribusi Chromebook Tidak Menyasar Wilayah 3T
Isu lain yang kerap dipersoalkan dalam kasus Chromebook adalah distribusi perangkat ke daerah yang dianggap belum siap secara infrastruktur.
Tim pembela menegaskan bahwa Chromebook hanya didistribusikan ke sekolah yang telah memenuhi persyaratan teknis.
Sekolah penerima dipastikan memiliki akses listrik dan jaringan internet yang memadai.
Laptop tersebut tidak diperuntukkan bagi wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar atau 3T.
Kebijakan ini disebut sejalan dengan petunjuk teknis yang disusun oleh jajaran teknis di bawah Direktorat Jenderal PAUD Dikdasmen.