Di media sosial, sejumlah warganet menyuarakan kekhawatiran bahwa konflik ini akan memperlebar jarak antara struktur Syuriyah dan Tanfidziyah yang selama ini dikenal berjalan beriringan.
Sebagian lain meminta para kiai sepuh turun tangan untuk menengahi dan mengembalikan marwah organisasi.
Para pengamat organisasi keagamaan juga menyebut bahwa konflik internal yang tidak diselesaikan melalui mekanisme formal berpotensi merusak kredibilitas PBNU di mata publik, terutama karena organisasi ini kerap menjadi rujukan sosial dan keagamaan nasional.
Mereka menilai pernyataan KH Ma’ruf Amin dapat menjadi penanda penting untuk mengarahkan kembali polemik ini ke jalur konstitusional.
Kini perhatian tertuju pada kemungkinan diselenggarakannya muktamar luar biasa sebagai langkah penyelesaian resmi.
Namun PBNU masih belum mengeluarkan sikap final karena masing-masing kubu mengklaim memiliki dasar kuat dalam membaca anggaran dasar organisasi.
Situasi ini menempatkan PBNU pada persimpangan penting: kembali pada aturan muktamar atau menghadapi eskalasi konflik yang semakin membesar.
KH Ma’ruf Amin dengan tegas meminta agar PBNU menyelesaikan persoalan ini melalui muktamar luar biasa demi menjaga keutuhan organisasi dan marwah kepemimpinan.
Pernyataan tersebut menjadi sinyal kuat bahwa perdebatan internal tidak bisa diselesaikan hanya dengan interpretasi sepihak atas aturan organisasi.
Di tengah memanasnya situasi, konsolidasi antarulama dan tokoh senior menjadi kebutuhan mendesak.
Ke depan, publik menunggu apakah PBNU akan memilih jalur konstitusional yang diamanatkan muktamar atau tetap mempertahankan langkah yang kini dinilai inkonstitusional oleh berbagai pihak.
Jika tidak segera diselesaikan, konflik ini berpotensi melemahkan peran PBNU sebagai organisasi sosial-keagamaan paling berpengaruh di Indonesia.
Muktamar luar biasa muncul sebagai opsi paling rasional, konstitusional, dan dapat diterima semua pihak untuk mengakhiri polemik.