Beberapa komentar yang muncul menggambarkan keresahan itu:
“Simulasi kebakaran cuma formalitas buat dokumentasi.”
“Banyak gedung mewah, tapi ventilasi buruk.”
“Keselamatan kerja itu hak, bukan bonus.”
Fenomena ini menegaskan meningkatnya kesadaran publik bahwa kenyamanan tidak boleh menutupi bahaya yang tersembunyi dalam sistem bangunan.
Tragedi ini harus menjadi momentum evaluasi: bukan hanya investigasi penyebab, tetapi bagaimana protokol keselamatan gedung diberlakukan secara nyata, bukan administratif.
Pelatihan evakuasi wajib dilakukan rutin minimal dua kali setahun, bukan sekadar formalitas untuk laporan perusahaan.
Dan bagi pemerintah daerah, pengawasan dan inspeksi gedung layak fungsi harus diperketat dan transparan, apalagi bagi gedung kantor berlantai tinggi.
Duka mendalam keluarga korban tidak bisa dikembalikan.
Tetapi tragedi ini harus membuka mata bahwa keselamatan kerja adalah kebutuhan mendesak, bukan sekadar syarat administratif.
Saat Jakarta bermimpi menjadi kota bisnis dunia, standar keselamatan gedung harus selevel impian yang dikejar.***