Beberapa komentar yang muncul menggambarkan keresahan itu:
“Simulasi kebakaran cuma formalitas buat dokumentasi.”
“Banyak gedung mewah, tapi ventilasi buruk.”
“Keselamatan kerja itu hak, bukan bonus.”
Fenomena ini menegaskan meningkatnya kesadaran publik bahwa kenyamanan tidak boleh menutupi bahaya yang tersembunyi dalam sistem bangunan.
Tragedi ini harus menjadi momentum evaluasi: bukan hanya investigasi penyebab, tetapi bagaimana protokol keselamatan gedung diberlakukan secara nyata, bukan administratif.
Pelatihan evakuasi wajib dilakukan rutin minimal dua kali setahun, bukan sekadar formalitas untuk laporan perusahaan.
Dan bagi pemerintah daerah, pengawasan dan inspeksi gedung layak fungsi harus diperketat dan transparan, apalagi bagi gedung kantor berlantai tinggi.
Duka mendalam keluarga korban tidak bisa dikembalikan.
Tetapi tragedi ini harus membuka mata bahwa keselamatan kerja adalah kebutuhan mendesak, bukan sekadar syarat administratif.
Saat Jakarta bermimpi menjadi kota bisnis dunia, standar keselamatan gedung harus selevel impian yang dikejar.***
Artikel Terkait
Kebakaran Hebat Hantam Hunian Pekerja Konstruksi IKN di Kaltim, 700 Pekerja Direlokasi, Proyek Tetap Jalan
Detik Detik Truk Tangki BBM Terguling di Cianjur, Picu Kebakaran Hebat Hanguskan Ruko dan Pusat Perbelanjaan
Kebakaran Maut Hong Kong, Api Menjalar ke 7 Gedung hingga Tewaskan 36 Warga, Ini Fakta Penyebaran Api yang Bikin Publik Syok!
Fakta Baru Kebakaran Apartemen di Hong Kong 9 WNI Jadi Korban, Simak Kronologi dan Persiapan Pemulangan Jenazah Oleh Pemerintah
Kebakaran RS Pengayoman Cipinang, 28 Pasien Dievakuasi, Gudang Hangus, dan Sorotan Publik Soal Keamanan