Di sektor laut, 16 kapal termasuk 14 kapal perang TNI AL dan dua LCU milik TNI AD turut digerakkan untuk menjangkau desa pesisir yang terisolasi karena gelombang tinggi dan putusnya dermaga akses.
Sebanyak 1.559 ton bantuan logistik telah dikirim TNI, dan 26 ton diantaranya dilakukan dengan metode airdrop, langkah yang sangat krusial untuk wilayah perbukitan atau desa bertebing yang tidak memiliki daratan yang stabil untuk pendaratan.
Banjir Sumatera: Bencana Alam atau Akibat Tata Ruang yang Salah?
Meski curah hujan ekstrem menjadi faktor utama, sejumlah akademisi lingkungan dari kampus di Padang dan Medan menyebut banjir kali ini diperparah oleh rusaknya tata kelola ruang, ekspansi pemukiman di bantaran sungai, dan pembukaan hutan untuk perkebunan.
Dengan lebih dari 11.000 hektare lahan yang berubah fungsi dalam 10 tahun terakhir, Sumatera kembali dihadapkan pada siklus bencana yang berulang: banjir, longsor, banjir bandang.
Sementara itu, opini publik di media sosial menuntut evaluasi kebijakan pembangunan, bukan hanya respon penanganan.
Banyak yang mengapresiasi keterlibatan TNI namun mempertanyakan long-term solution agar kejadian yang sama tidak terus berulang setiap musim hujan.
Kenapa Keterlibatan Alutsista Penting?
- Lokasi banjir berada di area perbukitan dan hutan.
- Jalan lintas provinsi tertutup lumpur.
- Banyak akses hanya bisa ditembus helikopter atau kapal.
- Kecepatan distribusi menentukan keselamatan dan kesehatan pengungsi.
Dalam situasi seperti ini, pesawat Hercules atau helikopter angkut tak lagi menjadi bagian dari perang, tetapi alat kemanusiaan.
Baca Juga: Johan Budi Kritik Keras Amnesti Hasto: Rekonsiliasi Politik Tidak Bisa Menunggangi Kasus Korupsi?