Jika dikelola matang, PLTN berpotensi menjadi game changer untuk kemandirian energi nasional.
Apakah Ini Momentum Tepat?
Dengan permintaan listrik tumbuh rata-rata 4.5 persen per tahun dan rencana elektrifikasi kendaraan, industri data center, serta hilirisasi mineral, kebutuhan energi Indonesia diperkirakan melonjak tajam.
PLTN mungkin bukan opsi sempurna. Tetapi untuk pasokan bersih, stabil, dan masif, nuklir merupakan kandidat yang sulit diabaikan.
Sejumlah ekonom memperkirakan, nilai investasi energi nuklir bisa menghasilkan multiplier effect pada teknologi rekayasa, manufaktur, kesehatan radiasi, hingga sektor pendidikan.
Negara seperti Korea Selatan, Kanada, dan Brasil terbukti menjadikan PLTN bukan sekadar pembangkit, tetapi pusat inovasi nasional.
Pembangunan PLTN pertama adalah keputusan berani yang dapat menentukan wajah energi Indonesia satu dekade mendatang.
Baca Juga: Gara-Gara Suap Kasus CPO, Tiga Hakim Akhirnya Divonis 11 Tahun Penjara di Sidang Tipikor
Prospeknya besar, tetapi risiko juga nyata. Oleh karena itu, transparansi data, keterlibatan publik, dan kontrol keselamatan mutlak dilakukan sejak hari pertama.
Tahun 2032 masih tujuh tahun lagi, tetapi fondasi kebijakan harus dimulai sekarang agar Indonesia tidak sekadar menjadi negara “pemilik PLTN”, tetapi negara yang aman, mandiri, dan cerdas dalam penggunaan energi nuklir.
Perdebatan publik seharusnya bukan sekadar pro atau kontra nuklir, tetapi bagaimana memastikan Indonesia melakukannya lebih aman, lebih bersih, dan lebih menguntungkan bagi rakyat.***