Kenapa Kalimantan Barat Diunggulkan? Potensi Uranium Besar Jadi Faktor Kunci
Menurut dokumen RUPTL PLN 2025–2034, Kalimantan Barat memiliki kekayaan energi primer yang sangat melimpah, mulai dari tenaga air, biomassa, biogas, batubara, hingga uranium dan thorium.
Hal krusial terletak pada cadangan uranium sebesar ±24.112 ton di Kabupaten Melawi, yang berpotensi menjadi bahan bakar nuklir.
Dari sisi kelistrikan nasional, penempatan PLTN di Kalimantan juga dapat mengurangi ketergantungan pulau pada pasokan listrik interkoneksi Jawa–Sumatera serta mengurangi biaya logistik energi fosil.
Namun, energi nuklir bukan tanpa prasyarat:
| Tantangan Utama | Penjelasan |
|---|---|
| Manajemen limbah radioaktif | Harus memiliki teknologi pengelolaan berlapis |
| Keselamatan reaktor | Mengacu standar IAEA dan audit independen |
| Keamanan lokasi | Bebas dampak guncangan, gunung api, dan sesar |
| Penerimaan publik | Edukasi massal mengenai risiko dan manfaat |
| Jaminan pasokan bahan bakar | Kontinyu dan terotomasi |
Pemerintah juga telah melakukan survei geologi, sesar, kegempaan, dan gunung api di 28 wilayah potensial. Dari total itu, Indonesia mampu membangun PLTN dengan kapasitas kumulatif hingga 70 GW, sebuah angka ambisius untuk jangka panjang.
Wacana PLTN selalu dibayangi bayang-bayang tragedi Chernobyl 1986 dan Fukushima 2011. Kekhawatiran publik umumnya menyasar isu limbah nuklir dan risiko kebocoran.
Namun tren global mulai berpindah arah. Banyak negara yang justru menghidupkan kembali proyek nuklir sebagai energi bersih rendah emisi, menekan ketergantungan energi fosil, sekaligus mengimbangi kebutuhan listrik ekonomi digital dan kendaraan listrik.
Bagi Indonesia, peluang ini dapat mempercepat lompatan teknologi, asalkan pemerintah mampu:
- Transparan dalam proses kajian dan izin
- Edukasi publik intensif
- Mengundang pakar internasional independen
- Melibatkan komunitas lokal
- Menjamin standar IAEA tak hanya di atas kertas