Celah Pengawasan Limbah B3 di Industri Logam
Kasus ini mencuat ke permukaan bersamaan dengan pemusnahan tahap kedua puluhan ton udang yang terkontaminasi Cs 137.
Kejadian tersebut tidak hanya berdampak pada lingkungan dan kesehatan, tetapi juga kepercayaan pasar luar negeri, terutama Amerika Serikat yang menjadi tujuan ekspor.
Industri logam daur ulang kerap disebut sebagai sektor yang rawan kebocoran limbah radioaktif karena banyak perusahaan memperoleh bahan baku dari rongsokan tanpa prosedur screening radiasi yang benar.
Pengamat lingkungan nasional menilai kasus Cs 137 Cikande memperlihatkan perlunya pemantauan yang lebih ketat terhadap jalur impor barang bekas logam.
Di sisi lain, publik di media sosial mengkritik keterbukaan informasi mengenai risiko kesehatan akibat radiasi di lokasi terdampak.
Beberapa warganet menilai perlu adanya notifikasi publik berbasis zona bahaya seperti yang diterapkan di Jepang pasca insiden Fukushima.
Bandung dan kota-kota industri lain di Jawa Barat juga memiliki potensi risiko serupa mengingat tingginya aktivitas peleburan logam di wilayah Rancaekek, Majalaya hingga Karawang.
Praktisi kesehatan lingkungan dari Bandung menyebut pemerintah daerah tidak bisa hanya menjadi penonton dan perlu melakukan simulasi mitigasi paparan radiasi pada kawasan industri.
Kasus radiasi Cs 137 tidak sekadar perkara hukum tetapi juga momentum untuk memperbaiki sistem pengelolaan limbah B3 nasional.
Penetapan tersangka warga negara asing menjadi alarm bagi pemerintah bahwa pengawasan industri berbasis bahan bekas perlu standar yang lebih tinggi.
Baca Juga: Gara-Gara Suap Kasus CPO, Tiga Hakim Akhirnya Divonis 11 Tahun Penjara di Sidang Tipikor
Indonesia perlu membangun ekosistem deteksi radiasi yang terintegrasi di pelabuhan, gudang, hingga pabrik pengolahan logam.
Untuk menjaga kepercayaan pasar global dan keamanan publik, perbaikan sistem pengawasan menjadi kebutuhan mendesak.***