Netizen pun terbelah. Sebagian menilai larangan total adalah langkah mundur karena banyak anak muda kini memulai bisnis kecil lewat thrifting, sementara sebagian lain memahami pentingnya menjaga industri tekstil agar tidak tumbang seperti sektor-sektor manufaktur lainnya.
Dengan kata lain, regulasi yang tepat sasaran dan berbasis kuota bisa menjadi opsi win-win: impor terkendali, pedagang tetap hidup, industri lokal tetap dilindungi.
Kontroversi thrifting bukan sekadar soal baju bekas, tetapi soal bagaimana negara menyeimbangkan kepentingan industri besar dengan kesejahteraan jutaan UMKM.
Baca Juga: RKUHAP Resmi Jadi UU, Ibas Tegaskan Demokrat Kawal Implementasi Demi Keadilan & Demokrasi
DPR menilai thrifting hanya kontribusi kecil dari masalah besar tekstil nasional, sehingga kebijakan penertiban harus dilakukan secara proporsional.
Ke depan, keputusan pemerintah akan menjadi penentu arah: apakah industri tekstil bisa bangkit tanpa mematikan napas usaha rakyat kecil.***