HUKAMANEWS - Pengesahan RKUHAP menjadi Undang-Undang memicu sorotan publik karena aturan baru ini dianggap akan mengubah wajah sistem peradilan pidana Indonesia.
Isu RKUHAP menjadi penting karena menyangkut transparansi, akuntabilitas, dan masa depan peradilan yang lebih modern dan berpihak pada rakyat.
Pernyataan Ibas tentang RKUHAP menarik perhatian karena menempatkan moral obligation sebagai fondasi implementasi KUHAP baru yang adil dan demokratis.
DPR RI secara resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana atau RKUHAP menjadi Undang-Undang dalam rapat paripurna yang digelar pada Selasa (18/11/2025) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.
Wakil Ketua MPR RI sekaligus Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI, Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas, menilai pengesahan KUHAP baru ini bukan sekadar proses legislasi, melainkan momentum pembaruan moral dan komitmen negara terhadap keadilan.
Ibas menekankan bahwa RKUHAP sebagai UU membawa konsekuensi moral obligation bagi seluruh penyelenggara negara, aparat penegak hukum, hingga masyarakat agar senantiasa menjunjung tinggi prinsip-prinsip keadilan.
Menurutnya, KUHAP baru harus menjadi pagar kuat agar proses peradilan berjalan transparan, modern, serta mampu memberi kepastian hukum bagi seluruh warga negara.
Ibas menyebut bahwa dengan perubahan ini, setiap lembaga penegak hukum dituntut lebih akuntabel karena masyarakat kini lebih kritis dalam memantau proses peradilan, terlebih di era digital dan keterbukaan informasi.
Ia menambahkan bahwa partainya siap mengawal implementasi KUHAP baru agar selaras dengan semangat reformasi, prinsip demokrasi, dan supremasi sipil yang menjadi aspirasi publik sejak era pascareformasi.
Di sisi lain, kalangan akademisi menilai KUHAP baru ini membuka peluang penyempurnaan sejumlah prosedur teknis seperti penyidikan, penahanan, hingga mekanisme praperadilan yang selama ini dianggap membutuhkan pembaruan.
Sejumlah pengamat hukum menilai langkah revisi KUHAP sudah lama dinantikan, mengingat banyak kritik terkait proses penyidikan yang dinilai memiliki celah dan tidak responsif terhadap kebutuhan hukum modern.
Opini publik di media sosial juga cukup beragam karena sebagian masyarakat berharap KUHAP baru dapat memangkas praktik penyalahgunaan kewenangan, sementara sebagian lainnya menilai efektivitasnya baru akan terlihat setelah aturan turunan disahkan.
Baca Juga: 5 Tewas dalam Kecelakaan Maut 3 Kendaraan di Tol Cipali, Dugaan Sopir Mengantuk Menguat