“Kami melihat belum ada keseriusan negara dalam melindungi pekerja perikanan dari eksploitasi,” ujarnya.
Menurut laporan DFW dan SBMI, beberapa ABK yang bekerja di KM MUS dan Run Zeng 03 mengalami pemukulan, kerja tanpa istirahat memadai, dan gaji yang tidak dibayar penuh.
Bahkan, sebagian ABK disebut dipaksa tetap bekerja meski dalam kondisi sakit berat di tengah laut.
Masalah Struktural dan Kebutuhan Reformasi
Fenomena TPPO di sektor perikanan bukan hal baru. Laporan Global Slavery Index 2023 mencatat ribuan pekerja Indonesia berisiko menjadi korban eksploitasi di kapal berbendera asing akibat lemahnya regulasi dan pengawasan.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa perbudakan modern tidak hanya terjadi di luar negeri, tetapi juga dapat berlangsung di wilayah perairan Indonesia jika tidak ada penegakan hukum yang kuat.
Aktivis HAM menilai, pemerintah harus memperkuat kolaborasi antara KKP, Kemenlu, Polri, dan Komnas HAM dalam membuat mekanisme perlindungan terpadu untuk ABK Indonesia.
Jangan Biarkan Laut Jadi Ruang Tanpa Hukum
Kasus KM MUS dan Run Zeng 03 kembali membuka mata publik bahwa laut Indonesia belum sepenuhnya aman bagi pekerja.
Baca Juga: Menebar Dakwah Hijau dari Padangsidimpuan, Hening Parlan Ajak Umat Rawat Bumi dengan Cinta
Eksploitasi tenaga kerja, pelanggaran HAM, dan lemahnya penegakan hukum masih menjadi pekerjaan rumah besar.
Desakan dari DPR, dukungan dari masyarakat sipil, dan tekanan dari media diharapkan menjadi momentum bagi pemerintah untuk bertindak tegas.
Jika dibiarkan, perbudakan modern di laut hanya akan mempermalukan Indonesia di mata dunia.
Karena pada akhirnya, melindungi pekerja perikanan adalah wujud nyata kedaulatan hukum dan kemanusiaan bangsa.***