Temuan terbaru KPK mengungkap bahwa total uang hasil pemerasan meningkat dari Rp 53,7 miliar menjadi Rp 85 miliar.
Dana tersebut dikumpulkan sejak 2019 hingga 2024 melalui berbagai mekanisme, termasuk pembagian rutin kepada pegawai.
Salah satu pola yang terungkap adalah pembayaran “uang dua mingguan” sebesar Rp 8,94 miliar yang disalurkan kepada 85 pegawai Direktorat Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA).
Pola ini kini menjadi fokus penyidikan karena menunjukkan adanya sistem internal yang sudah terstruktur.
Baca Juga: Gegara Truk Aqua Over Muatan, KDM Siap Terbitkan SK Gubernur dan Stop Izin Pengambilan Air!
Hingga kini, KPK telah menetapkan delapan tersangka, terdiri dari pejabat Kemenaker dan pihak swasta yang berperan sebagai perantara antara agen tenaga kerja dengan pejabat penerima.
KPK Sita 44 Bidang Tanah, Upaya Pulihkan Kerugian Negara
Selain memeriksa saksi, KPK juga memperluas penyitaan aset hasil tindak kejahatan.
Terbaru, 18 bidang tanah di Karanganyar berhasil disita, menambah total menjadi 44 bidang tanah yang kini berstatus barang bukti.
“Penyitaan ini untuk melengkapi pemberkasan dan optimalisasi pemulihan keuangan negara,” kata Budi.
Penyitaan aset menjadi langkah strategis untuk memastikan kerugian negara dapat dipulihkan, sekaligus memperkuat berkas perkara di tahap penuntutan.
Dalam konteks penegakan hukum, langkah ini juga menjadi sinyal bahwa KPK tidak hanya fokus pada pelaku, tetapi juga hasil kejahatan yang mereka nikmati.
Baca Juga: Ironi Persidangan Kasus Suap Hakim CPO: Ketika Hakim Tipikor Mengadili Temannya yang Juga Hakim
Publik Desak Transparansi, Kasus Ini Jadi Momentum Reformasi
Kasus pemerasan TKA di Kemenaker menuai perhatian luas publik. Pengamat antikorupsi menilai, KPK harus memastikan transparansi penuh dalam mengungkap siapa saja pejabat yang terlibat dan bagaimana sistem pungli itu bisa bertahan lama.