“Keputusan ini tentu sangat menyedihkan, mematahkan hati kami sebagai orang tua. Kami tahu anak kami menjalankan seluruh pekerjaannya dengan prinsip moral dan kejujuran,” ungkap Atika.
Ia juga menegaskan, Nadiem bukan sekadar pejabat atau pengusaha sukses. Ia adalah sosok yang telah berkontribusi besar melalui inovasi digital dan reformasi pendidikan nasional.
“Jutaan masyarakat telah merasakan manfaat Gojek dan program Merdeka Belajar. Kami hanya ingin kejujuran itu diakui,” tambahnya.
Dalam pernyataannya, Atika juga menyinggung ketimpangan dalam penegakan hukum yang kerap dianggap publik tidak konsisten.
Ia menyebut nama-nama seperti Hasto Kristiyanto dan Tom Lembong sebagai contoh bahwa sistem hukum masih sering diwarnai persepsi ketidakadilan.
Baca Juga: Ini Alasan Langkah Berani Pemerintah Kirim 41 Napi Berisiko Tinggi Asal Jakarta ke Nusakambangan
“Yang saya harapkan penegak hukum juga menegakkan prinsip yang sama. Ini bukan hanya soal Nadiem, tapi soal kepastian hukum di negeri ini,” tegasnya.
Pernyataan tersebut menimbulkan gelombang simpati di media sosial. Banyak warganet menilai keberanian keluarga Nadiem menyuarakan keresahan publik mencerminkan keresahan yang sama terhadap ketimpangan hukum di Indonesia.
Kasus praperadilan Nadiem Makarim kini menjadi sorotan tajam karena melibatkan figur publik dengan reputasi global.
Di satu sisi, publik menuntut transparansi agar penegakan hukum berjalan objektif. Di sisi lain, muncul pertanyaan: apakah integritas pribadi bisa menghapus persepsi publik tentang “hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas”?
Pakar hukum dari Universitas Indonesia, yang enggan disebutkan namanya, menilai bahwa perbandingan dengan kasus lain justru memperkuat tuntutan publik terhadap reformasi hukum.
“Keadilan tidak bisa ditakar dengan jabatan atau popularitas. Tapi kasus ini bisa jadi momentum refleksi bagi aparat penegak hukum,” ujarnya.
Baca Juga: Legislasi Indonesia Kian Amburadul, DPR Dinilai Lebih Sibuk Pencitraan daripada Berpikir
Meski kecewa, keluarga besar Makarim menegaskan tidak akan menyerah.
“Kami akan terus berjuang menegakkan kebenaran. Doakan saja proses ini membawa terang,” tutup Atika.