Kasus ini kembali menyoroti lemahnya literasi digital sebagian masyarakat dalam menjaga keamanan data.
Banyak pengguna masih mudah memberikan akses atau mengunggah informasi pribadi ke platform digital tanpa pertimbangan risiko.
Imbauan Polisi: Jangan Asal Sebar Data
Polisi menegaskan masyarakat tak perlu panik, tetapi tetap harus waspada. Modus pencurian data saat ini sangat beragam, mulai dari phishing, malware, hingga penipuan berbasis sosial media.
“Kami juga berharap masyarakat lebih hati-hati membagi data pribadi, modusnya banyak sekali. Kalau ada yang merasa datanya disalahgunakan, segera lapor,” kata Ade Ary menekankan.
Ia juga mengingatkan bahwa data pribadi memiliki nilai tinggi di pasar gelap siber.
Baca Juga: Bahlil Sentil Menkeu Purbaya soal Harga LPG 3 Kg: Mungkin Salah Baca Data, Butuh Penyesuaian
Informasi seperti KTP, nomor rekening, riwayat kesehatan, hingga data karyawan dapat digunakan untuk berbagai kejahatan, termasuk pinjaman online ilegal dan rekayasa sosial.
Di media sosial, warganet ramai memberikan komentar atas kasus ini. Beberapa menilai penangkapan WFT bisa menjadi titik terang kasus kebocoran data yang marak terjadi belakangan ini.
Namun ada pula yang skeptis, mengingat sosok Bjorka sebelumnya sering dianggap lebih besar dari sekadar individu tunggal.
Sejumlah pakar keamanan siber juga menekankan bahwa kasus ini seharusnya menjadi momentum serius bagi pemerintah memperkuat perlindungan data nasional.
Apalagi, Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) sudah resmi berlaku, meski implementasinya dinilai belum maksimal.
Kasus Bjorka dan WFT bukan sekadar isu kriminal biasa, melainkan alarm keras bahwa keamanan data adalah tanggung jawab bersama.
Masyarakat perlu meningkatkan kesadaran digital, mulai dari tidak asal klik tautan mencurigakan, hingga mengaktifkan autentikasi ganda pada akun penting.