Banyak pengamat menilai, kehadiran Mahfud bisa menjadi jembatan antara pemerintah, aparat, dan masyarakat sipil.
“Kalau Mahfud terlibat, setidaknya publik bisa sedikit lebih percaya bahwa reformasi Polri tak sekadar wacana,” ujar seorang akademisi hukum di Jakarta.
Dorongan dari Masyarakat Sipil
Gagasan pembentukan tim reformasi Polri juga datang dari Gerakan Nurani Bangsa (GNB). Pada 11 September lalu, GNB secara resmi mengusulkan agar tim ini diisi oleh tokoh lintas profesi, mulai dari mantan Kapolri, mantan anggota Kompolnas, perwakilan masyarakat sipil, hingga Komnas HAM.
Baca Juga: Bongkar! KPK Temukan 400 Biro Perjalanan dan 13 Asosiasi Terseret Kasus Kuota Haji, Siapa Dalangnya?
Tokoh-tokoh nasional seperti Sinta Nuriyah Wahid, Alissa Wahid, Quraish Shihab, hingga Romo Franz Magnis-Suseno menekankan pentingnya representasi masyarakat sipil dalam tim reformasi.
Alissa Wahid bahkan menyarankan agar tim tetap dipimpin oleh pemerintah agar arah kerja lebih efektif, tetapi tetap transparan.
Tantangan Reformasi Polri
Reformasi Polri bukanlah pekerjaan mudah. Selama dua dekade terakhir, berbagai wacana perbaikan sudah pernah muncul, mulai dari penguatan Kompolnas, pembatasan kewenangan, hingga dorongan agar Polri lebih humanis. Namun, banyak yang mandek di tengah jalan.
Tantangan terbesar bukan hanya soal regulasi, tetapi juga kultur internal yang kerap dianggap resistif terhadap perubahan.
Dalam konteks ini, kehadiran tokoh-tokoh seperti Mahfud MD diharapkan mampu menekan resistensi dan membuka ruang bagi transformasi yang lebih substansial.
Baca Juga: KPK Usut Dalang Ide Kontroversial Kuota Haji 50:50, Potensi Kerugian Negara Capai Rp1 Triliun
Publik Tunggu Aksi Nyata
Di era digital, isu kepercayaan publik terhadap institusi negara, termasuk Polri, sangat mudah terbentuk melalui media sosial.
Dukungan dan kritik warganet terhadap wacana tim reformasi Polri langsung berseliweran sejak kabar Mahfud MD dipertimbangkan.