HUKAMANEWS – Pelantikan Jenderal (Purn) Djamari Chaniago sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polkam) oleh Presiden Prabowo Subianto pada Rabu (17/9) menjadi sorotan publik.
Keputusan ini dinilai sebagai bukti bahwa Prabowo tidak mengedepankan dendam masa lalu, melainkan pengalaman, kapasitas, dan rekam jejak panjang Djamari di dunia militer serta politik.
Peneliti Indonesia Strategic and Defence Studies (ISDS), Edna Caroline, menegaskan bahwa langkah Prabowo melibatkan sosok yang pernah merekomendasikan pemecatannya pada 1998 merupakan cerminan jiwa besar seorang pemimpin.
“Presiden Prabowo tetap berusaha untuk tidak mengutamakan dendam, tetapi merujuk pada pengalaman dan hubungan personalnya di masa lalu,” ujarnya dalam keterangan resmi.
Nama Djamari memang tidak asing dalam perjalanan hidup Prabowo. Ia tercatat sebagai Sekretaris Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang kala itu memberikan rekomendasi pemecatan Prabowo dari TNI.
Namun, sejarah kelam itu tidak lantas menjadi penghalang, justru menjadi refleksi bahwa hubungan personal dan kedekatan di masa muda tetap terjalin hingga kini.
Kedekatan Sejak AKABRI hingga Gerindra
Kedekatan Prabowo dengan Djamari berawal ketika keduanya masih menempuh pendidikan di Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (AKABRI).
Prabowo bersama Sjafrie Sjamsoeddin berada di angkatan 1974, sementara Djamari lebih senior, lulusan 1971. Kala itu, Djamari menjadi “pengasuh” angkatan Prabowo dan bahkan pernah menjadi komandannya.
Ikatan emosional tersebut terus terjaga hingga mereka purna tugas. Bahkan, setelah keluar dari dinas militer, Djamari turut bergabung dalam Partai Gerindra, partai politik yang didirikan Prabowo.
Hal ini menunjukkan adanya chemistry yang panjang dan konsistensi hubungan personal yang tidak terputus oleh perbedaan masa lalu.
Rekam Jejak Militer dan Politik Djamari
Djamari dikenal sebagai perwira tinggi yang sarat pengalaman. Ia pernah menduduki posisi strategis, mulai dari Panglima Kostrad hingga Kepala Staf Umum (Kasum) TNI.