HUKAMANEWS – Gelombang demonstrasi besar akhir Agustus 2025 mengguncang berbagai kota di Indonesia dengan sederet tuntutan yang dikenal sebagai 17 plus 8.
Dari banyaknya poin yang disuarakan, satu isu yang menonjol dan kembali menyeruak adalah percepatan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset.
RUU ini sejatinya sudah digagas sejak 2009, rampung dirancang pada 2012, namun hingga kini belum juga disahkan.
Kini, di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, publik kembali menaruh harapan besar agar regulasi ini tidak lagi sebatas janji politik.
Baca Juga: Kasus Kuota Haji Makin Panas, Uang Khalid Basalamah Disita KPK, 8.400 Jamaah Gagal Berangkat
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menegaskan bahwa Presiden dan DPR sudah satu suara dalam hal perampungan RUU Perampasan Aset.
"Komitmen politik di antara Presiden dan DPR sudah satu," ujarnya di Jakarta, Senin (15/9/2025).
Janji DPR: Proses Lebih Cepat, Tapi Tunggu RUU KUHAP
Supratman menyebut, karena RUU ini sudah berstatus inisiatif DPR, maka proses pembahasan diyakini akan lebih cepat.
"Kalau DPR yang usulkan inisiasi pasti lebih cepat karena pemerintah sudah siap dengan draft-nya," katanya.
Meski demikian, ia mengingatkan publik untuk bersabar karena RUU Perampasan Aset masih menunggu rampungnya pembahasan RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Di sisi lain, DPR juga sedang melakukan evaluasi melalui rapat kerja Badan Legislasi (Baleg) untuk menentukan daftar RUU yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025–2026.
Artinya, meskipun ada komitmen politik, perjalanan RUU ini masih membutuhkan waktu.
Namun tekanan dari masyarakat lewat tuntutan 17 plus 8 memberi tenggat jelas: RUU Perampasan Aset harus rampung dalam satu tahun mendatang.