HUKAMANEWS – Pengamat hukum dan politik Dr Pieter C Zulkifli, SH., MH. menyoroti ketimpangan fiskal yang terjadi di Indonesia.
Menurutnya, beban pajak yang semakin menekan rakyat kecil, sementara pejabat publik menikmati berbagai fasilitas mewah, bisa merusak legitimasi demokrasi.
“Kalau keadilan fiskal terus diabaikan, maka martabat demokrasi ikut dipertaruhkan. Demokrasi akan kehilangan legitimasi ketika pajak hanya menjadi alat memperkaya elite,” ujar Pieter, Senin (8/9/2025).
Ia menilai gelombang demonstrasi yang muncul di berbagai kota bukanlah sekadar protes sesaat, melainkan bentuk ketidakpuasan mendalam terhadap kesenjangan sosial.
Baca Juga: Rumah Ahmad Sahroni Ludes Dijarah, Politisi NasDem Pilih Menghilang dan Enggan Pulang
“Di satu sisi, rakyat harus menanggung beban pajak berat. Di sisi lain, pejabat negara mendapat tunjangan hingga fasilitas fantastis. Itu paradoks yang mencederai rasa keadilan,” tegasnya.
Pieter mengapresiasi langkah pemerintah dan DPR yang menghentikan tunjangan rumah Rp50 juta per bulan bagi anggota dewan, namun ia menilai langkah itu belum cukup.
“Masalah keadilan fiskal lebih luas dari sekadar tunjangan rumah. Desain gaji, fasilitas, hingga sistem keuangan negara masih sangat berpihak pada kenyamanan elite,” katanya.
Ia juga menyinggung ketentuan dalam PP Nomor 80 Tahun 2010 yang membuat pajak penghasilan pejabat ditanggung negara.
“Sementara rakyat kecil tetap diwajibkan membayar pajak. Empati sulit tumbuh kalau pengalaman membayar pajak saja tidak mereka rasakan,” ucap Pieter.
Baca Juga: Kepala Dusun di Bangkalan Tertangkap Edarkan Sabu Keliling, Polisi Amankan 11 Poket Narkoba
Minimnya transparansi soal gaji dan tunjangan pejabat, menurutnya, semakin memperlebar jurang ketidakpercayaan publik.
“Anggota DPR disebut bisa kantongi Rp200 juta per bulan, tapi ada yang bilang tidak sampai Rp100 juta. Angka simpang siur ini mempertegas perlunya keterbukaan. Rakyat berhak tahu secara jelas,” ujarnya.
Lebih jauh, Pieter menilai reformasi fiskal mendesak dilakukan.
Salah satu gagasan yang bisa dipertimbangkan adalah mengaitkan penghasilan pejabat dengan UMR setempat.