“Dengan begitu, pejabat juga bisa merasakan denyut nadi kehidupan rakyat, tidak hidup di menara gading,” katanya.
Ia juga menolak praktik pensiun seumur hidup bagi pejabat.
“Tidak masuk akal seorang anggota DPR yang hanya bertugas lima tahun atau menteri sepuluh tahun mendapat pensiun selamanya, bahkan bisa diwariskan. Itu privilese yang melukai rasa keadilan. Lebih baik hanya ada uang penghargaan sesuai masa pengabdian,” tegasnya.
Pieter menegaskan alasan bahwa gaji besar bisa menekan praktik korupsi sudah terbukti tidak tepat.
Baca Juga: Dede Yusuf Sentil Pejabat Hobi Pamer Hidup Mewah, Ingatkan Pentingnya Empati pada Rakyat
“Kasus korupsi tetap marak meski gaji pejabat sudah besar. Yang lebih penting adalah menegakkan hukum tegas, misalnya lewat undang-undang perampasan aset dengan pembuktian terbalik,” ujarnya.
Ia menambahkan, reformasi fiskal dan hukum harus dibarengi perubahan mentalitas pejabat negara.
“Mereka harus kembali pada jati diri sebagai pengemban amanat rakyat, bukan penikmat privilese. Rakyat sudah memberi teladan dengan menahan diri, sekarang giliran pejabat yang harus berani mengurangi hak istimewanya,” jelas Pieter.
Menurutnya, keadilan fiskal bukan semata urusan angka dalam APBN, melainkan soal martabat demokrasi.
“Demokrasi akan kehilangan jiwa bila pejabat terus mempertahankan privilese yang menjauhkan diri dari rakyat. Momen krisis hari ini seharusnya jadi titik balik bagi elite untuk mereformasi dirinya,” pungkasnya. ***
Artikel Terkait
Raja Juli Gesit Klarifikasi soal Main Domino dengan Tersangka Pembalakan Liar
Viral! Pemeran Encuy di Sinetron Preman Pensiun Ditemukan Meninggal, Misteri Kain Sarung dan Penolakan Autopsi Jadi Sorotan
Kasus Laptop Chromebook Rp1,9 Triliun, Benarkah Nadiem Cuma Kambing Hitam, Jokowi Juga Bisa Dijerat Hukum?
Yusril Beberkan Pemerintah Siap Revisi UU Pemilu, DPR Bukan Cuma buat Artis dan Orang Tajir yang Kompeten Bisa Lolos ke Senayan!
Pagi Ini 8 September 2025, Sidang Perdana Gugatan Ijazah Gibran Digelar di PN Jakpus, Tuntutan Capai Rp125 Triliun