Saat itu, ada tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka, yakni mantan Gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak (AFI), Ketua Umum Kadin Kaltim Dayang Donna Walfiares Tania (DDWT), dan Rudy Ong Chandra (ROC).
Namun, proses hukum terhadap Awang Faroek otomatis terhenti setelah ia meninggal dunia pada 22 Desember 2024.
Dengan demikian, fokus penyidikan kini tertuju pada dua tersangka lain, termasuk Rudy Ong.
Kasus ini menjadi sorotan publik lantaran menyangkut izin tambang yang selama ini disebut-sebut sebagai salah satu sumber praktik korupsi di daerah.
Banyak pihak menilai, penegakan hukum KPK dalam kasus ini akan menjadi ujian serius dalam membersihkan tata kelola pertambangan.
Baca Juga: Kisruh Kuota Haji KPK Lebih Pilih Geledah Dulu daripada Panggil Saksi, Takut Bukti Hilang
Reaksi Publik dan Konteks Politik
Penahanan Rudy Ong juga memunculkan beragam komentar dari masyarakat. Sebagian menilai langkah tegas KPK ini penting untuk memberikan efek jera bagi pengusaha yang mencoba bermain di balik meja.
“Kalau pengusaha tambang bisa seenaknya sembunyi dari hukum, ini bahaya untuk demokrasi dan keadilan,” kata seorang aktivis antikorupsi di Jakarta yang dimintai tanggapannya.
Di sisi lain, isu ini kembali membuka perbincangan soal lemahnya sistem pengawasan izin tambang di daerah.
Kalimantan Timur, yang dikenal sebagai lumbung batu bara Indonesia, kerap dikaitkan dengan praktik rente dan penyalahgunaan izin yang melibatkan pejabat maupun pengusaha.
Baca Juga: Ancaman Gempa Sesar Lembang Bikin Kunjungan Wisatawan Anjlok, Pengelola Wisata Sampai Khawatir
Dengan penahanan Rudy Ong Chandra, KPK menegaskan komitmennya untuk menuntaskan kasus besar ini.
Proses hukum selanjutnya akan menentukan seberapa jauh keterlibatan para pihak dan apakah ada aktor lain yang turut bermain.
Publik kini menanti sidang perkaranya, yang diyakini bakal membuka tabir lebih dalam soal mafia tambang di Kalimantan Timur.