HUKAMANEWS - Kasus kematian Prada Lucky Chepril Saputra Namo di Nusa Tenggara Timur memicu gelombang pertanyaan publik tentang budaya kekerasan di lingkungan militer.
TNI Angkatan Darat memastikan penyelidikan berjalan intensif, dengan 24 orang sudah dimintai keterangan, termasuk para terduga pelaku dan saksi.
Kepala Dinas Penerangan TNI AD Brigjen TNI Wahyu Yudhayana menegaskan proses hukum akan ditegakkan tanpa pandang bulu demi keadilan bagi mendiang Prada Lucky.
Prada Lucky, yang baru dua bulan resmi menjadi anggota TNI AD, meninggal dunia pada Rabu, 6 Agustus 2025, setelah menjalani perawatan intensif selama empat hari di RSUD Aeramo, Nagekeo.
Pemuda itu diketahui ditempatkan di Batalyon Teritorial Pembangunan 834 Waka Nga Mere, NTT, usai menuntaskan pendidikan di Buleleng, Bali.
Menurut Brigjen Wahyu, para terduga pelaku penganiayaan dan saksi saat ini berada dalam pemeriksaan Detasemen Polisi Militer di Kupang, di bawah koordinasi Polisi Militer Kodam IX/Udayana.
“Hingga saat ini ada lebih dari 24 orang yang kami periksa. Semua dimintai keterangan untuk mengungkap peran masing-masing dalam peristiwa ini,” ujar Wahyu di Pusdiklatpassus, Batujajar, Bandung Barat.
Wahyu menambahkan, begitu bukti dan fakta keterlibatan personel ditemukan, proses hukum akan dijalankan sesuai ketentuan.
“Tidak ada kompromi dalam kasus ini. TNI AD berkomitmen penuh menegakkan hukum,” tegasnya.
Kasus ini memunculkan kembali kekhawatiran publik soal masih adanya praktik kekerasan di lingkungan pendidikan dan satuan militer.
Beberapa netizen bahkan membandingkan peristiwa ini dengan kasus-kasus serupa yang pernah mencuat sebelumnya.
“Kalau benar ada penganiayaan, ini bukti bahwa sistem pembinaan prajurit harus dievaluasi total,” tulis seorang pengguna media sosial di X.
DPR RI sebelumnya juga mendesak agar kasus ini diusut tuntas. Legislator menilai, meninggalnya prajurit muda akibat dugaan kekerasan internal adalah tamparan bagi institusi pertahanan.