Melihat pola yang muncul dalam kasus ini, dugaan korupsi tampaknya melibatkan rekayasa dalam proyek pengadaan jasa iklan serta kolaborasi palsu dengan beberapa agensi untuk mengalirkan dana secara terstruktur.
Model semacam ini bukan hal baru di lingkungan perbankan daerah. Dalam beberapa tahun terakhir, kerja sama dengan pihak ketiga seperti agensi periklanan kerap dijadikan celah untuk memainkan anggaran secara tidak transparan.
Seorang pengamat keuangan publik, Riko Hadiansyah, mengatakan bahwa kasus semacam ini mencerminkan betapa rawannya kebocoran dana publik di level BUMD yang kerap luput dari pengawasan ketat.
Baca Juga: Dua Bulan Cetak Empat Ribu Lembar Uang Palsu, Boyolali dan Yogyakarta Jadi Centranya
“Sering kali, karena statusnya sebagai badan usaha milik daerah, pengelolaan keuangan di BUMD seperti Bank BJB tidak seketat kementerian atau lembaga pusat. Ini celah yang dimanfaatkan,” kata Riko saat diwawancarai secara terpisah.
Publik pun bereaksi atas kasus ini, terutama karena nilai kerugian negara yang sangat besar dan dugaan keterlibatan aktor-aktor di lingkaran elite lembaga keuangan negara.
Di media sosial, sejumlah warganet menyoroti pentingnya transparansi pemeriksaan serta menuntut agar KPK bertindak tegas terhadap semua pihak yang mangkir dari panggilan hukum.
"Kalau mangkir sekali dimaafkan, besok-besok bisa jadi kebiasaan. Negara butuh ketegasan, bukan negosiasi," tulis akun @pemerhatihukum di platform X.
KPK sendiri menegaskan bahwa mereka akan tetap memproses pemanggilan ulang terhadap Melly Kartika Adelia bila memang diperlukan, guna melengkapi keterangan yang bisa memperkuat alat bukti dalam perkara ini.
Penutup:
Kasus dugaan korupsi di Bank BJB menjadi pengingat serius tentang pentingnya pengawasan dalam pengelolaan dana publik, termasuk di level daerah.
Ketidakhadiran saksi seperti Melly Kartika Adelia mungkin hanya satu babak dari kisah panjang upaya KPK membongkar praktik kotor di balik nama besar bank pembangunan daerah.
Masyarakat berharap pengusutan ini tak berhenti di tengah jalan dan setiap rupiah kerugian negara bisa dipertanggungjawabkan oleh para pelakunya.***