HUKAMANEWS - Eks Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong yang dikenal dengan nama Tom Lembong, kembali mencuri perhatian publik setelah melaporkan tiga orang hakim ke Mahkamah Agung (MA).
Langkah ini diambil tak lama setelah dirinya dibebaskan melalui abolisi oleh Presiden Prabowo Subianto pada awal Agustus 2025.
Meski telah resmi menghirup udara bebas, Tom rupanya belum ingin menutup bab dalam perjalanannya terkait kasus korupsi importasi gula yang sempat menyeret namanya ke meja hijau.
Lewat kuasa hukumnya, Tom menegaskan bahwa kebebasan bukan akhir dari perjuangan hukum, melainkan pintu pembuka untuk menuntut koreksi atas kejanggalan dalam proses peradilan yang ia alami.
Pelaporan ini juga menjadi penanda bahwa Tom tak hanya memperjuangkan kebebasan dirinya semata, melainkan juga mengangkat isu yang lebih besar: keadilan dalam proses hukum.
Kuasa hukum Tom, Zaid Mushafi, mengonfirmasi bahwa laporan terhadap tiga hakim telah disampaikan ke Mahkamah Agung pada Senin, 4 Agustus 2025.
Tiga hakim yang dimaksud adalah Hakim Ketua Dennie Arsan Fatrika, serta dua hakim anggota, Alfis Setyawan dan Purwanto S Abdullah.
Menurut Zaid, pelaporan ini bertujuan agar ada evaluasi menyeluruh dalam sistem peradilan, khususnya dalam penanganan kasus Tom yang dinilai penuh kejanggalan sejak awal.
"Dia ingin ada evaluasi, dia ingin ada koreksi. Agar keadilan dan kebenaran dalam proses penegakan hukum di Indonesia ini bisa dirasakan oleh semuanya," ujar Zaid saat ditemui di Gedung MA, Jakarta.
Zaid juga menyatakan bahwa langkah ini bukan untuk menggugat vonis yang sudah dijalankan, melainkan sebagai upaya mendorong reformasi sistem hukum agar lebih menjunjung tinggi prinsip keadilan.
Salah satu poin yang disorot dalam laporan adalah dugaan pelanggaran terhadap asas presumption of innocence atau praduga tak bersalah.
Zaid menyebut bahwa salah satu hakim anggota dalam persidangan Tom justru lebih mengedepankan anggapan bersalah sejak awal sidang dimulai.
"Selama proses persidangan, hakim itu cenderung menempatkan Pak Tom seolah-olah sudah bersalah. Tinggal dicari pembenarannya lewat bukti. Ini tentu menyalahi prinsip dasar dalam peradilan," ucap Zaid.