Mereka adalah Ikin Asikin Dulmanan (IAD) dari Antedja Muliatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri, Suhendrik (SUH) dari BSC Advertising dan Wahana Semesta Bandung Ekspress, serta Sophan Jaya Kusuma (SJK) dari Cipta Karya Sukses Bersama.
Total dugaan kerugian negara dalam perkara ini mencapai sekitar Rp222 miliar, angka yang sangat signifikan untuk proyek yang berkaitan dengan promosi dan pemasaran.
KPK hingga kini masih menggali lebih dalam mengenai potensi keterlibatan pihak lain, termasuk aliran dana yang diduga tidak sesuai prosedur.
Proyek iklan yang semestinya menjadi bagian dari strategi komunikasi publik justru berubah menjadi sarana bancakan anggaran yang melibatkan kolusi antara pejabat bank dan pengusaha.
Penelusuran KPK terhadap peran agensi iklan dan bagaimana mereka mendapatkan proyek secara berulang juga menjadi fokus penyidik.
Langkah ini dinilai penting untuk menutup celah penyalahgunaan kewenangan dalam pengadaan barang dan jasa, terutama di sektor perbankan daerah.
Kasus ini sekaligus menunjukkan bahwa KPK kini mulai menyorot sektor-sektor yang sebelumnya jarang disentuh, seperti pengadaan media dan periklanan, yang seringkali luput dari perhatian publik.
Dengan proses penyidikan yang terus berjalan, publik berharap pengusutan perkara ini bisa memberikan efek jera dan mendorong tata kelola anggaran yang lebih transparan, khususnya di lingkungan BUMD dan lembaga keuangan daerah.
Pemeriksaan lanjutan terhadap para saksi lainnya juga diperkirakan akan terus berlangsung dalam beberapa pekan ke depan.
KPK membuka peluang pemanggilan pihak tambahan bila ditemukan indikasi keterlibatan baru dari hasil analisis dan penyitaan dokumen yang telah dilakukan.
Dengan semakin banyaknya pihak yang dimintai keterangan, kasus Bank BJB bisa jadi akan menjadi salah satu contoh konkret penindakan korupsi pada sektor pengadaan jasa yang selama ini belum banyak tersentuh.***