HUKAMANEWS - Putusan terhadap Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, akhirnya resmi dijatuhkan.
Vonis 3 tahun 6 bulan penjara dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat dalam perkara suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR 2019–2024 yang menyeret nama buronan Harun Masiku.
Namun alih-alih menerima putusan itu sebagai akhir, kubu PDIP justru angkat bicara dan menyebut vonis ini sebagai rekayasa politik yang jauh dari prinsip keadilan hukum.
Kritik keras datang dari internal PDIP yang menyebut vonis terhadap Hasto sebagai bentuk kegagalan aparat dalam menangkap aktor utama kasus ini, yakni Harun Masiku, yang hingga kini masih buron.
Politikus PDIP Guntur Romli menyebut sejak awal partainya sudah memperkirakan bahwa Hasto akan tetap dijatuhi vonis, meskipun bukti yang dituduhkan dinilai lemah.
Menurut Guntur, Hasto sudah mengetahui sejak April 2025 bahwa ia akan dijatuhi hukuman 4 tahun penjara.
Vonis resmi dari hakim hanya meleset sedikit, yakni 3,5 tahun, berbeda tipis dari prediksi awal yang disebut telah “dibisikkan”.
Ia menilai vonis ini sebagai tamparan bagi dunia peradilan karena bertentangan dengan dua putusan pengadilan sebelumnya yang sudah berkekuatan hukum tetap, yakni putusan Nomor 18 dan 28 tahun 2020.
Dalam dua putusan tersebut, ditegaskan bahwa seluruh aliran dana berasal dari Harun Masiku, tanpa menyebut keterlibatan Hasto.
Baca Juga: Hasto Kristiyanto Divonis 3 Tahun 6 Bulan, Isyarat Reformasi Internal Partai Makin Mendesak
Guntur juga menyoroti bahwa nilai uang suap yang disebut dalam putusan baru ini, yaitu Rp400 juta, berbeda dari fakta yang terungkap di pengadilan sebelumnya, yakni Rp750 juta.
Ia menyebut hal ini sebagai bentuk inkonsistensi serius dalam penegakan hukum.
Tak hanya itu, saksi-saksi kunci dalam perkara ini juga telah memberi keterangan yang memperkuat posisi Hasto.
Nama-nama seperti Saeful Bahri, Donny Tri Istiqomah, dan Kusnadi secara tegas menyebut bahwa uang suap berasal dari Harun Masiku, dan tak ada keterlibatan dari Hasto.